Kamis, 25 April 2019

Keuangan Negara


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pengelolaan kekayaan negara (aset) merupakan salah satu representasi fungsi Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Pengelolaan kekayaan negara sebagai suatu fungsi pada Kementerian Keuangan, berkembang secara signifikan setelah fungsinya dilaksanakan secara full dedicated dalam unit setingkat eselon I, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), pada tahun 2006. Dan secara fungsi, bentuk mature-nya telah terakomodasi dalam pasal 28, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015, dimana ruang lingkup kekayaan negara yang dikelola meliputi barang milik Negara (BMN), kekayaan negara dipisahkan (KND), dan kekayaan negara lain-lain (KNL). Selain melaksanakan fungsi kekayaan negara, DJKN juga melaksanakan fungsi penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang.
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 s/d 2019, dari sisi nilai, potensi aset yang dimiliki oleh pemerintah sangat besar. Hal ini salah satunya terlihat dari nilai barang milik negara (BMN) berupa aset tetap yang mengalami peningkatan secara signifikan, dari nilai BMN per 31 Desember 2005 sebesar Rp237,78 triliun, pada tahun 2014 telah mencapai Rp1.796,73 triliun (Semester I LKPP 2014). Kemudian untuk kekayaan negara lain-lain tercatat sebesar Rp 191,38 triliun. Selain itu, kekayaan negara yang berupa investasi pemerintah (kekayaan negara dipisahkan) juga memiliki nilai yang tidak kalah potensial. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, nilai inventasi pemerintah s.d. tahun 2013 tercatat sebesar Rp1.218 triliun  atau kurang lebih 34,15% dari total aset yang tersaji pada LKPP. Sampai dengan tahun 2016, nilai ini terus meningkat.
Pertumbuhan nilai aset yang cukup signifikan, terutama untuk nilai BMN berupa aset tetap, merupakan hasil dari pelaksanaan inventarisasi dan penilaian atas seluruh aset Kementerian/Lembaga yang dilaksanakan pada tahun 2007 s.d. 2012. Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian merupakan bagian dari perbaikan tata kelola aset, yang juga terbukti mampu mendongkrak opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)/disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian pada tahun 2009.
Salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP sebelum tahun 2009 (2004 s.d. 2008) adalah terkait dengan penyajian data aset pada neraca yang belum dapat diyakini kewajarannya. Oleh karena itu, mulai tahun 2007, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) menggulirkan program 3 T, yaitu Tertib Administrasi, Tertib Fisik, dan Tertib Hukum, dimana salah satu kegiatan prioritasnya adalah pelaksanaan inventarisasi dan penilaian. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan aset dari sisi administrasi dan fisik, sekaligus memperbaiki penyajian nilai aset pada LKPP.
Sampai dengan saat ini, perbaikan tata kelola aset negara senantiasa terus dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang saat ini masih berjalan diantaranya adalah sertifikasi BMN berupa tanah. Kegiatan ini merupakan bagian dari program tertib hukum atas aset. Perkembangan sertifikasi BMN berupa tanah dapat diilustrasikan pada grafik berikut ini. Program percepatan sertifikasi dimulai pada tahun 2012, yaitu melalui kegiatan identifikasi dan pendataan atas BMN berupa tanah. Pada tahun tersebut, BMN berupa tanah telah teridentifikasi sejumlah 87.497 bidang. Sebagian diantaranya, yaitu 46.193 bidang, telah bersertifikat, sementara sisanya sejumlah 41.304 akan disertifikatkan secara bertahap. Program percepatan sertifikasi dilaksanakan mulai tahun 2013 dengan prioritas pada penyelesaian atas BMN berupa tanah yang telah berstatus free and clean (bukti kepemilikan lengkap, fisik dikuasai oleh K/L, dan tidak dalam sengketa).
Melihat data tren pencapaian sertifikasi BMN berupa tanah, dapat disimpulkan bahwa rata-rata realisasi penyelesaian sertifikasi per tahun hanya mencapai 3.070 bidang. Oleh karena itu, diperkirakan proses sertifikasi akan memerlukan waktu penyelesaian kurang lebih selama 13 tahun. Namun demikian, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) senantiasa terus mengakselerasi program sertifikasi BMN dengan melakukan crash programme bersama Kementerian ATR/BPN dan Bappenas, sehingga diharapkan penyelesaian sertifikasi bisa lebih cepat atau paling tidak sejalan dengan target Reforma Agraria Kementerian ATR/BPN, dimana seluruh bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025 harus sudah bersertifikat.
Perbaikan tata kelola aset melalui program tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum merupakan standar minimal yang harus dilakukan (the minimum standard of state asset management). Oleh karena itu, simultan dengan pelaksanaan program tersebut, hal selanjutnya yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah memastikan bahwa aset negara telah digunakan secara optimal. Indikator kinerja “rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap” merupakan indikator yang dipilih untuk memantau utilisasi/penggunaan atas aset negara. Selain bertujuan untuk memastikan tertib administrasi/pencatatan aset, indikator ini juga dapat memberikan informasi tentang seberapa nilai aset yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian atau Lembaga, nilai aset yang under capacity sehingga dapat dimanfaatkan/dikerjasamakan dengan pihak ketiga, nilai aset yang diserahkan kepada pihak lain dalam rangka pelaksanaan progam pemerintah (hibah), atau nilai aset yang digunakan sebagai penyertaan modal negara. Artinya, melalui indikator ini, pertumbuhan portofolio nilai aset berikut utilisasinya senantiasa dipantau.
Dalam perkembangannya, pengelolaan aset mengalami pergeseran paradima, dari asset administrator menjadi asset manager. Oleh karena itu, pada tahun 2017, Kementerian Keuangan mulai mengukur kinerja pengelolaan aset ditinjau dari seberapa besar manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan aset negara. Manfaat ekonomi tersebut diukur dari nilai penerimaan negara dan nilai penghematan belanja yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan aset. Melalui pengukuran ini, diharapkan aset yang dimiliki oleh negara tidak hanya sebatas pada penggunaan, namun juga dikelola secara optimal dan profesional sehingga nantinya juga berkontribusi dalam mendukung kapasitas keuangan negara. Pola optimalisasi penerimaan negara melalui pengelolaan aset dapat dilakukan melalui skema sewa, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan lainnya. Sementara pola optimalisasi penghematan belanja dapat dilakukan dengan skema pengalihan aset idle pada suatu Kementerian/Lembaga kepada instansi lain yang membutuhkan baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi maupun mendukung program prioritas pemerintah. Contoh dukungan aset terhadap program prioritas pemerintah pada tahun 2016 adalah penyediaan aset  di Lampung, Batam, Padang, dan Gowa untuk program sejuta rumah.
Selain hal tersebut, pada tahun 2016, Kementerian Keuangan juga telah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sebagai salah satu unit yang bertugas secara khusus melakukan optimalisasi atas aset-aset idle yang berada di bawah pengelolaan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Selain sebagai operator aset idle, LMAN juga diberikan mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi special land bank, yang berperan dalam penyediaan dan pendanaan lahan untuk proyek strategis nasional.
Pengelolaan aset negara memiliki peran yang semakin strategis dalam mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan secara serius sedang berupaya untuk mengoptimalkan peran tersebut, sehingga aset negara tidak lagi dipandang sebagai sumber daya pasif, namun secara produktif dapat dikelola dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Strategi yang akan digunakan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan pembangunan basis data aset yang aktual dan akurat, serta menjalankan strategi pengelolaan aset berbasis prinsip the highest and best use. Harapannya, setiap nilai aset yang dimiliki oleh negara ini dapat memberikan imbal balik atau return yang positif sesuai dengan potensi terbaik atas aset tersebut.

B.       Tujuan Masalah
Adapun tujuan-tujuan atas judul makalah yang kami buat saat ini, yakni:
1.      Untuk mengetahui apa pengertian dari Pengelolaan Keuangan Negara.
2.      Untuk mengetahui arti dan tujuan Pengelolaan Keuangan Negara.
3.      Untuk mengetahui pentingnya Pengelolaan Keuangan Negara.
4.      Untuk mengetahui bagaimana mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara.
5.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Pengelolaan Kekayaan Negara antara masa lampau, masa kini, dan masa mendatang.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kajian Teori
1.      Definisi Keuangan Negara
a.      Menurut UU No. 17 Tahun 2003 Ketentuan Umum Pasal 1
Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
b.      A. Hamid S. Attamimi
”Keuangan negara tidak hanya bersumber dari APBN saja, akan tetapi juga meliputi keuangan negara yang berasal dari APBD, BUMN maupun BUMD dan pada hakekatnya seluruh harta kekayaan negara merupakan keuangan negara”. 
c.       Menurut Arifin P. Soeria Atmadja
”Definisi keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD, keuangan negara pada Perjan, Perum, dan sebagainya, sedangkan definisi keuangan negara dalam arti sempit hanya meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan bertanggung jawab”.
d.      Menurut Geodhart
Keuangan Negara merupakan keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.
e.       Menurut M. Subagio
”Keuangan negara terdiri atas hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya itu”. 

1)        Hak dan Kewajiban Negara
a.    Hak Negara
Hak-hak negara yang dapat dinilai dengan uang adalah antara lain :
Ø Hak menarik sejumlah uang atau barang tertentu dari penduduk yang dapat dipaksakan dengan bentuk peraturan perundang-undangan, tanpa memberi imbalan secara langsung kepada orang yang bersangkutan. Contoh bentuk penarikan dana ini adalah: pajak, bea cukai, retribusi, dan sebagainya. Dengan demikian negara akan memperoleh penerimaan yang menjadi haknya untuk membiayai tugas negara;
Ø Hak monopoli mencetak uang dan menentukan mata uang sebagai alat tukar dalam masyarakat;
Ø Hak untuk mengadakan pinjaman paksa kepada warga negara (obligasi, sanering uang, devaluasi nilai mata uang);
Ø Hak teritorial darat, laut dan udara serta segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, yang merupakan sumber yang besar dalam penggunaannya yang dapat dinilai dengan uang.

b.    Kewajiban Negara
Kewajiban-kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang antara lain:
§  Kewajiban menyelenggarakan tugas negara untuk kepentingan umum (masyarakat). Antara lain meliputi :
v  Pemeliharaan keamanan dan ketertiban
v  Pembuatan, pemeliharaan jalan-jalan raya, pelabuhan, dan pangkalan udara
v  Pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit
v  Pembuatan dan pemeliharaan pengairan
v  Pembangunan pemeliharaan alat perhubungan (pos, telepon, dsb).
§  Kewajiban membayar hak tagihan dari pihak-pihak yang melakukan sesuatu atau perjanjian dengan pemerintah, misalnya pembelian barang-barang untuk keperluan pemerintah, pembangunan gedung pemerintah, dan sebagainya.

2)        Dasar Hukum Keuangan Negara Republik Indonesia
Penyelenggaraan tugas negara pada hakekatnya merupakan hubungan antara negara dengan rakyat, yang umumnya diatur dengan konstitusi atau undang-undang. Hubungan hukum tersebut disamping menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara, juga menimbulkan hak dan kewajiban bagi rakyat sebagai salah satu pihak lainnya. Dasar hukum keuangan negara adalah:
·      Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Pasal 23.
·      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

3)        Arti & Tujuan Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara mempunyai arti luas dan sempit. Pengelolaann keuangan negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan negara. Dalam arti sempit pengelolaan keuangan negara adalah administrasi keuangan negara atau tata usaha keuangan negara. Tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Adapun yang menjadi arti penting/alasan mengapa keuangan negara harus dikelola dengan baik, adalah karena keuangan negara dapat digunakan untuk:
ü  Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
ü  Menjaga stabilitas ekonomi.
ü  Merealokasi sumber daya ekonomi, dan
ü  Meredistribusi pendapatan.

4)        Ruang Lingkup Keuangan Negara
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a)      Pengelolaan Moneter
Hal ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan di bidang moneter. Kebijakan moneter adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah agar ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat.
b)     Pengelolaan Fiskal
Pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan administrasi kepabean, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) pemerintah.
c)      Pengelolaan Kekayaan negara
Khusus untuk proses pengadaan barang kekayaan negara, yang termasuk pengeluaran Negara telah diatur secara khusus dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. Di samping itu terdapat pula kekayaan negara yang dipisahkan (pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh modalnya/sahamnya dimiliki oleh negara). Perusahaan semacam ini biasa disebut Badan Usaha Milik Negara dan Lembaga-lembaga Keuangan Negara (BUMN/BUMD).

5)        Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yang terdiri dari:
a.       Azas tahunan, artinya membatasi masa berlakunya atau periode anggaran untuk suatu tahun tertentu, mulai dari 1 Januari s/d 31 Desember.
b.      Asas universalitas, mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
c.       Asas spesialitas, mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
d.      Asas kesatuan, menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
e.       Akuntabilitas berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara, khususnya pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
f.       Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, sumber daya manusia di bidang keuangan negara harus profesional, baik di lingkungan Bendahara Umum Negara/Daerah maupun di lingkungan Pengguna Anggaran/Barang.
g.      Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara, serta teralokasinya sumber daya yang tersedia secara proporsional terhadap hasil yang akan dicapai.
h.      Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dalam setiap tahapannya, baik dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggung-jawaban, maupun hasil pemeriksaan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
i.        Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, artinya pemeriksaan atas tanggung jawab dan pengelolaan keuangan negara/daerah dilakukan oleh badan pemeriksa yang independen, dalam hal ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Asas-asas umum tersebut diperlukan juga untuk menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah, sehingga dengan dianutnya asas-asas umum tersebut dalam paket Undang-undang di bidang keuangan negara, selain dapat mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang bebas korupsi dan kolusi, efektif dan efisien serta transparan dan akuntabel, juga diharapkan dapat memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.


6)        Paradigma Baru dalam Manajemen Keuangan Negara
Mulai tahun 2000 Pemerintah telah merubah struktur dan format APBN dari format T-account menjadi I-account. Format APBN yang lama menggunakan T-account yaitu seperti huruf T. Pada sisi kiri dicantumkan rincian penerimaan negara, baik penerimaan dalam negeri maupun penerimaan pembangunan (yang berasal dari pinjaman luar negeri). Pada sisi kanan dicantumkan pengeluaran negara, yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dengan format ini jumlah penerimaan negara selalu sama besarnya dengan jumlah pengeluaran negara karena pinjaman luar negeri dimasukkan dalam pos penerimaan pembangunan. Format APBN yang baru disusun menurut I-account, yaitu seperti huruf I.
Adapun yang menjadi tujuan dari perubahan tersebut antara lain adalah:
a)    Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN;
b)   Untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan pengelolaan APBN;
c)    Untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain;
d)   Mempermudah perhitungan dana perimbangan, baik dana bagi hasil penerimaan maupun dana alokasi umum;
e)    Untuk mengembalikan komponen penerimaan migas dan penerimaan lainnya selain pajak kepada pos penerimaan bukan pajak;
f)    Untuk menampung komponen peneriman berupa:
o    Hasil divestasi saham Pemerintah pada BUMN (privatiasi);
o    Hasil penjualan kekayaan perbankan (asset recover);
o    Penjualan obligasi Pemerintah di dalam negeri.
Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan sampai saat ini perlu diadakan penyempurnaan terutama dalam mengatasi kelemahan seperti kurangnya keterkaitan antara perencanaan nasional, penganggaran, dan pelaksanaannya, kemudian kelemahan dalam pelaksanaan pengganggaran yang menggunakan line-item budget (penyusunan anggaran yang didasarkan kepada dan dari mana dana berasal/pos-pos penerimaan dan untuk apa dana tersebut digunakan/pos-pos pengeluaran), aspek perubahan anggaran yang lebih bersifat perubahan pada sejumlah dana tertentu yang ditambahkan secara incremental atas anggaran sebelumnya, adanya pemisahan anggaran pembangunan dan anggaran rutin, serta klasifikasi anggaran yang belum terbagi berdasarkan fungsi.
Untuk itu dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat berbagai perubahan mendasar dalam tiga hal yang meliputi:
a)      Pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework). KPJM merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan yang dilakukan dalam perspektif waktu lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya pada tahun berikutnya yang dinyatakan sebagai prakiraan maju (forward estimate). Sedangkan prakiraan maju merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran berikutnya.
b)      Penerapan penganggaran secara terpadu (Unified Budget) Pendekatan penganggaran terpadu merupakan pendekatan penganggaran yang mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran ke dalam satu proses. Sebelumnya, penganggaran untuk belanja rutin dan pembangunan dilakukan secara terpisah dengan menggunakan dua dokumen yang terpisah pula yaitu DIP dan DIK. Melalui pendekatan anggaran terpadu, proses perencanaan dan penganggaran serta dokumen penganggarannya telah disatukan. Selain itu, klasifikasi belanja rutin dan pembangunan telah ditiadakan dan dilebur menjadi belanja pemerintah pusat.
c)      Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (Performance Budget) Anggaran Berbasis Kinerja (performance based budgeting) adalah model pendekatan penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dengan keluaran dalam bentuk output dan outcome yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Input (masukan) adalah besaran sumber-sumber daya dalam bentuk: dana, SDM, material/bahan, waktu dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Output (keluaran) menunjukkan produk (berupa barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan input yang digunakan. Sedangkan outcomes (hasil) menunjukkan berfungsinya output.

Pada tangal 14 Januari 2004, telah disahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut atas disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut, yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Seiring dengan konsepsi di atas, pelaksanaan anggaran dilakukan melalui pembagian tugas antara Menteri Keuangan selaku pemegang kewenangan kebendaharaan dengan menteri negara/lembaga selaku pemegang kewenangan adminitratif. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dijelaskan bahwa kewenangan administratif yang dimiliki menteri negara/lembaga mencakup kewenangan untuk melakukan perikatan atau tindakan lain yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, kewenangan melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada menteri negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Sedangkan dalam upaya melaksanakan kewenangan kebendaharaan, Menteri Keuangan merupakan pengelola keuangan yang berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan, dan sekaligus sebagai manager keuangan.

B.       Analisis
1.         Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan
Indonesia merupakan Negara yang berpotensi besar di bidang kekayaan alam. Kekayaan ini tersebar dari darat dan laut dan dari Aceh sampai Papua. Kekayaan alam dapat berupa hasil tambang batubara, minyak bumi, gas alam dan lain-lain. Kekayaan laut meliputi ikan, kerang, biota laut, dan lain-lain. Kekayaan hutan meliputi hutan tropis, hutan hayati, hutan holtikultura dan lain-lain. Kekayaan perkebunan meliputi kelapa sawit, jati, kopra, dan lain-lain.
Untuk mengatur kekayaan alam Indonesia mengelola dengan prinsip kerakyatan. Seperti termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3. Ayat 1 berbunyi,”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.” Ayat 2 berbunyi,”Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.” Sedangkan pada ayat 3 berbunyi,”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,”
Sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 tersebut kita ditugaskan untuk mengelola kekayaan alam dengan sebaik-baiknya demi kepentingan rakyat. Hal ini sesuai dengan mukadimah UUD 1945 yang menyebutkan tujuan Negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum.
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN ini mengelola kekayaan Negara yang hasilnya untuk meningkatkan perekonomian Negara. Pengelolaan oleh BUMN ini berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Tujuan pemisahan kekayaan ini adalah agar kekayaan Negara dikelola secara korporasi yang menguntungkan bagi Negara. Negara dalam hal ini sebagai pemilik modal/pemegang saham. Kekayaan awal dari BUMN berasal dari kekayaan Negara.
Kekayaan Negara dipisahkan diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu pasal 2 huruf g, Pasal 3 ayat 1, Pasal 6 ayat 2, dan pasal 24 ayat 3. Pasal 2 huruf g berbunyi,”kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain yang berupa uang, surat berharga, piutang, barang atau hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/daerah. Pasal 3 ayat 1 berbunyi,”keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, tranparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pasal 6 ayat 2 berbunyi,”kekuasaan sebagaimana dimaksud ayat 1: a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan. Pasal 24 ayat 3 berbunyi,”Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan Negara.
Pelaksanaan kekayaan Negara dipisahkan berupa penyertaan modal pemerintah pada BUMN dan Perusahaan Terbatas. Misalnya BP Migas yang pengelolaannya berdasarkan PP No. 42 tahun 2002 (sekarang diserahkan ke ESDM), Lembaga Penjamin Simpanan yang pengelolaannya berdasar UU No 24 tahun 2004, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor yang pengelolaannya berdasar UU No. 2 tahun 2009. Selain tersebut di atas ada lagi perusahaan Sarana Multi Infrastruktur, Sarana Multigriya Financial, dan Penjamin Infrastruktur Indonesia.
Permasalahan pengelolaan kekayaan Negara dipisahkan antara lain laporan pengelolaan LPS yang belum tepat dan akurat, batas wewenang pengelolaan antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian ESDM, dan batas wewenang pengelolaan antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian BUMN.

2.         Pengelolaan Kekayaan Negara yang Optimal
Dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia khususnya pada preamble, Pasal 23, dan Pasal 33, Negara mengemban tugas untuk melakukan pengelolaan kekayaan negara termasuk didalamnya kekayaan daerah dalam rangka mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk pelaksanaannya, Undang-undang Dasar memberi kewenangan kepada negara untuk menguasai dan mempergunakan seluruh kekayaan negara yang bersumber dari bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kekayaan Negara mencakup dua pengertian yaitu kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah (domein public) dan kekayaan yang dikuasai oleh Negara (domein privat).
Sejak reformasi keuangan Negara bergulir pada awal tahun 2003, Pemerintah Pusat telah membangun komitmen yang kuat untuk memenuhi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui pengelolaan keuangan yang sehat dan modern. Lingkup perubahan yang terjadi sangat mendasar dan menyeluruh  yang termasuk di dalamnya adalah pengelolaan aset Negara. Hal ini dimulai dengan lahirnya 3 (tiga) paket Undang-undang Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang telah menjadikan lokomotif bagi perubahan paradigma manajemen aset negara.
Dasar pemikiran diterbitkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 adalah dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan dibentuknya pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara merupakan payung hukum tertinggi di bidang administrasi keuangan negara. Pengertian keuangan negara berdasarkan objeknya meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, barang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan investasi dan barang milik negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara telah mengamanatkan untuk mengatur pedoman teknis dan administrasi dalam suatu Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.
Negara dapat menguasai atau memiliki suatu kekayaan. Pengertian kekayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia identik dengan harta (benda) yang menjadi milik orang. Dalam hukum, orang itu bisa berarti orang (persoon) dan badan hukum (persoonrecht). Negara merupakan badan hukum publik, dengan demikian dapat diartikan bahwa kekayaan negara adalah harta (benda) yang menjadi milik negara. Dalam Bab I Pasal 1 Rancangan Undang-undang Kekayaan Negara, kekayaan negara juga diartikan sebagai benda berwujud dan tak berwujud, baik bergerak maupun tak bergerak yang mempunyai nilai, yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh negara.
Kekayaan negara dalam pengertian barang milik negara yang mengacu pada pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, barang milik negara/daerah meliputi :
1.      barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D
2.      barang yang dibeli berasal dari perolehan lain yang sah.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa barang yang berasal dari perolehan lain yang sah meliputi :
1.      barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
2.      barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
3.      barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang;atau
4.      barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kekayaan Negara ditinjau dari lingkupnya dapat diartikan sebagai keseluruhan harta negara, baik yang dimiliki maupun yang dikuasai, baik yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan yang tujuan akhir pengelolaannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kekayaan yang dimiliki negara adalah kekayaan dimana melekat hak milik negara (domein privat). Domein privat ini merupakan hak untuk “memiliki” suatu barang atau jasa. Kekayaan yang dimiliki oleh negara, terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan dan kekayaan negara yang tidak dipisahkan yang bersumber dari pasal 23 UUD 1945. Kekayaan negara yang dipisahkan dapat berupa investasi pemerintah pada BUMN dan investasi pemerintah lainnya. Sedangkan kekayaan negara yang tidak dipisahkan berupa Barang Milik Negara/Daerah yang merupakan keseluruhan barang yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah atau perolehan lainnya yang sah.
Pengaturan kekayaan negara dalam domein privat yang mengacu pada Pasal 23 UUD 1945,  selama ini diatur  dalam berbagai undang-undang yang mengatur mengenai perbendaharaan negara dan keuangan negara yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Kekayaan yang dikuasai negara adalah kekayaan dimana melekat mandat hukum atau kewenangan negara untuk mengelola dan mempergunakan kekayaan tersebut bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat (domein publik). Domein publik adalah hak untuk “menguasai” suatu kekayaan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Berdasarkan hak menguasai tersebut, UUD 1945 memberikan kewenangan kepada negara untuk “mengatur” pengelolaan kekayaan negara agar kekayaan negara itu dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hak mengatur ini merupakan hak publik, sehingga hak tersebut bersifat ekslusif, artinya hak ini hanya dapat dimiliki oleh negara dan tidak dapat dimiliki oleh pihak-pihak lain.
Di dalam pengertian negara menguasai kekayaan, terkandung maksud agar penggunaannya dapat diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, pemerataan dan kesinambungan manfaat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ketentuan mengenai pengelolaan Barang Milik Negara diatur secara singkat dalam Undang-Undang 1 Nomor Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan pengaturan yang lebih rinci dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.  Selain Undang-Undang 1 Nomor Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengenai pengelolaan keuangan negara diatur pada beberapa  undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Saat ini, pengelolaan kekayaan negara dalam domein privat termasuk  ruang lingkup keuangan negara, sehingga kekayaan  negara harus dilihat  dari perspektif yuridis keuangan negara. Pemahaman tentang  keuangan negara mempunyai keterkaitan dengan konsepsi hukum administrasi negara, karena perencanaan atas anggaran negara merupakan bagian dari “tugas penyelenggaraan kepentingan umum (public service)”.
Dengan adanya reformasi ekonomi, maka saat ini pengelolaan kekayaan negara telah menjadi bagian yang sangat penting dalam pengelolaan ekonomi Indonesia. Tujuan dari optimalisasi pengelolaan kekayaan negara menurut Doli D. Siregar adalah sebagai berikut:
v menciptakan transparansi dan kejelasan arah dari kebijakan pemerintah tentang pengelolaan harta kekayaan negara yang sangat berguna sebagai arahan dalam pemanfaatan maupun pengelolaannya;
v menciptakan sinergi dan keterpaduan gerak antara pengelolaan harta kekayaan negara dan berbagai kebijakan dan program pemerintah terutama dalam rangka mendukung program penyehatan perekonomian nasional;
v meningkatkan pendayagunaan dan sistem operasi pengawasan dalam penguasaan dan pemanfaatan harta kekayaan negara dengan tujuan untuk mengarahkan, mengendalikan dan mengamankan pengelolaan harta kekayaan negara demi tercapainya pemerataan kemakmuran rakyat;
v menciptakan sistem dan mekanisme pengelolaan harta kekayaan negara yang terpadu, efisien dan efektif serta memiliki kewenangan dan otoritas yang jelas.
Manfaat yang bisa dirasakan dari pengelolaan kekayaan negara adalah sebagai berikut:
v mengetahui nilai terkini dan nilai potensi serta lokasi harta kekayaan negara yang sangat bermanfaat dalam rangka mendukung penguatan struktur ekonomi nasional;
v mempermudah pengendalian, efisiensi pemanfaatan dan optimalisasi pemanfaatan harta kekayaan negara;
v mendukung dan mendorong peningkatan kemampuan manajemen dan bisnis bagi institusi yang menguasai dan mengeloa harta kekayaan negara;
v mendukung dan mendorong peningkatan kemampuan manajemen dan bisnis bagi institusi yang menguasai dan mengelola harta kekayaan negara dalam rangka mengoptimalkan manfaat dan potensi yang ada.


3.         Kasus Kacaunya Pengelolaan Kekayaan Negara
v  Kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan pada Desember 2002 merupakan satu bukti nyata kacaunya pengelolaan kekayaan Negara.Lemahnya pengawasan dan kurangnya perhatian dari pemerintah dianggap sebagai biang dari lepasnya kedua pulau tersebut. Lemahnya posisi tawar pemerintah dalam pemberian konsesi pertambangan juga sering kali terjadi sehingga kekayaan alam kita lambat laun hancur dan dikeruk habis oleh negara lain sementara kompensasi yang diterima Indonesia tidaklah sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Belum lagi kasus dimana kekayaan negara yang tidak jelas status hukumnya seperti kasus klaim dari pemerintah Cina atas sejumlah aset di Indonesia.
v  Singapura negara tetangga kita telah mengeduk secara besar-besaran pasir laut kita untuk tujuan memperluas wilayah negaranya. Diatas wilayah perluasan baru hasil reklamasi dari pasir Indonesia tersebut didirikan pusat bisnis dan pertokoan, apartemen dan juga resor. Pembangunan fisik yang menggunakan bahan baku utamanya pasir itu selanjutnya disewa atau dibeli kembali oleh orang-orang Indonesia yang berduit dengan harga mahal.Kita tahu, akibat dari pengedukan pasir besar-besaran, Indonesia berpotensi kehilangan pulau-pulau terdepan yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga. Tanpa harus bersusah payah mencari sebabnya, tidak lain karena pengelolaan kekayaan negara belum memberi manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
v  Penguasaan Tambang Emas Indonesia yang merupakan tambang emas terbesar di dunia oleh Freeport McMoran.Total pemberian pemasukan PT.Freeport kepada Republik Indonesia hanya 10-13% pendapatan bersih di luar pajak atau 46 juta dollar (460 miyar rupiah).Bandingkan dengan pemasukan yang didapat oleh Freeport McMoran yang mencapai 380 juta dollar (hamper 3,8 trilyun)

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Definisi Keuangan Negara menurut UU No. 17 Tahun 2003 Ketentuan Umum Pasal 1 adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hak yang dapat dinilai dengan uang adalah hak menarik sejumlah uang atau barang tertentu, hak monopoli, hak untuk mengadakan pinjaman paksa kepada warga negara, hak territorial darat, laut, dan udara. Untuk Kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang adalah Kewajiban menyelenggarakan tugas negara untuk kepentingan umum (masyarakat). Kewajiban membayar hak tagihan dari pihak-pihak yang melakukan sesuatu atau perjanjian dengan pemerintah. Dasar hokum pada konsep keuangan negara adalah Amandemen UUD 1945 Bab 8 Pasal 23. Pengelolaan Keuangan Negara mempunyai arti luas dan sempit. Pengelolaan keuangan negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan negara. Dalam arti sempit pengelolaan keuangan negara adalah administrasi keuangan negara atau tata usaha keuangan negara. Tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

B.       Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.


LAMPIRAN
 A.      Tokoh New Public Service (NPS)
Robert B. Denhardt, seorang sarjana dan penulis, lahir di Kentucky pada tahun 1942. Ia menerima gelar Ph.D. di Administrasi Publik dari University of Kentucky pada tahun 1968.
Denhardt terkenal karena karyanya dalam teori administrasi publik dan perilaku organisasi, terutama kepemimpinan dan perubahan organisasional. Dalam The New Public Service: Melayani, bukan Mengarah, dia mengembangkan model pemerintahan baru yang menekankan perlunya melibatkan warga negara dalam pemerintahan masyarakat mereka.
Denhardt memulai karirnya sebagai Asisten Profesor di University of Central Florida. Ia mengajar di Universitas New Orleans, Universitas Kansas, Universitas Missouri, Universitas Colorado, dan Universitas Delaware. Saat ini, Denhardt adalah Profesor Bidang Kepemimpinan dan Etika Lincoln, Direktur Sekolah Urusan Publik di Arizona State University, dan seorang Sarjana Pariwisata yang terhormat di University of Delaware.
Denhardt adalah Presiden Lembaga Administrasi Publik untuk Amerika Serikat (ASPA) yang lalu, sebuah organisasi akademisi dan praktisi nasional di bidang administrasi publik di semua tingkat pemerintahan. Dia adalah pendiri dan ketua pertama Kampanye Nasional untuk Pelayanan Publik ASPA, sebuah upaya untuk menegaskan martabat dan nilai layanan publik di seluruh negeri. Dia juga anggota Akademi Administrasi Publik Nasional dan anggota Pusat Pengembangan Manajemen Kanada. Dia menerima Dwight Waldo Award untuk pencapaian seumur hidup dalam bidang beasiswa dari American Society for Public Administration pada tahun 2004. Dia adalah seorang sarjana Fulbright di Australia pada tahun 1990. Pada tahun 2007, dia ditunjuk sebagai Profesor Bendahara Universitas Negeri Arizona.
Denhardt telah menerbitkan sembilan belas buku, termasuk The Dance of Leadership, The New Public Service, Managing Human Behavior in Public and Nonprofit Organization, The Pursuit of Significancei, In The Shadow of Organization, Public Organization Theory, Public Administration: Action Orientation, Executive Leadership in Public Service, Revitalization of Public Service, and Pollution and Public Policy. Dia telah menerbitkan lebih dari seratus artikel di jurnal profesional.
Denhardt saat ini melakukan pelatihan, fasilitasi, konseling, dan intervensi dalam pengembangan kepemimpinan dan keterlibatan warga. Workshop Dance of Leadership didasarkan pada bukunya, "The Dance of Leadership", dan berfokus pada seni kepemimpinan, menggunakan materi dari seni, musik, dan terutama untuk menemukan cara berpikir baru tentang kepemimpinan dan cara baru untuk mengasah pendapat dan skill seseorang kepemimpinan.

B.       Kasus Penerapan NPS dalam Perspektif Masyarakat
Data Indeks Demokrasi Indonesia di atas masih dapat dijadikan rujukan melihat perspektif masyarakat terhadap layanan publik. Data menunjukkan bahwa sekalipun ruang kebebasan sipil sudah dibuka namun tingkat partisipasi masyarakat masih tetap rendah. Kita bisa menggunakan indikator komunikasi untuk menjawab persoalan ini.
Sebuah survei publik yang dilakukan oleh RSUD AW. Sjahranie  Kalimantan Timur tentang layanan di Rumah Sakit tersebut menunjukkan bahwa persoalan komunikasi antara  penyedia layanan (rumah sakit) dengan masyarakat  pengguna  layanan  yaitu pasien  dan  keluarga  pasien merupakan persoalan yang banyak disoroti oleh responden. Terdapat salah persepsi dari masyarakat terhadap layanan yang diberikan rumah sakit karena salah komunikasi dan ketidakpahaman atas prosedur layanan. Tiga kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan atas penelitian ini yaitu: Pertama, komunikasi  yang  terjadi  antara penyedia  dan  pengguna  layanan rumah  sakit  tersebut  selama  ini kurang  interaktif  dan  kurang  efektif; Kedua, pentingnya komunikasi dalam  pelayanan  publik  karena komunikasi bisa menjadi penyebab dan juga  bisa menjadi solusi untuk memecahkan  persoalan  dalam proses  penyelenggaraan  pelayanan; Ketiga, komunikasi efektif bila pesan bisa diterima dengan baik dan dipahami kemudian  menghasilkan  respon yang  positif.
Berangkat dari contoh kasus ini maka kita dapat berkesimpulan bahwa dalam konteks layanan publik di Indonesia, terdapat persepsi yang keliru dari masyarakat terhadap layanan publik karena kurangnya komunikasi antara penyedia layanan maupun penerima layanan. Masyarakat juga kurang terlibat dalam proses layanan publik karena ketidaktahuan akan peran dan fungsinya serta ketidaktahuan atas sistem dan prosedur yang mengatur interaksi antara keduanya.


DAFTAR PUSTAKA

Tjandra, W. Riawan. 2006. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT. Grasindo
Abimayu, Anggito. 2009. Era Baru Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Jakarta: Kompas.
Agus, Dwiyanto. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Hesti Puspitosari, dkk. 2012. Filsafat Pelayanan Publik. Malang: Setara Press.
Pasalong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Tri Kadarwati. 2001. Administrasi Negara Perbandingan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart. 2003. The New Public Service : Serving, not Steering. New York: M.E Sharpe.
Siregar, D, Doli. 2002. Optimalisasi Pemberdayaan Kekayaan Negara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Thoha, Miftah. 2009. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana.

Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. “Perkembangan Mutakhir Ilmu Administrasi Negara”. Jakarta: Rajawali Pers.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar