Jawaban IKP
Seiring dengan derajat kompleksitas atau kerumitan permasalahan
publik, penilaian implementasi kebijakan publik (IKP) menjadi relatif bersifat
multi dimensional. Artinya kualitas penilaian terhadap IKP tergantung kepada
kapasitas pegiat kebijakan memahami irisan dan
saling keterkaitan antar pelbagai aspek atas konsekuensi diterapkannya
sebuah aturan/regulasi kebijakan. Terlebih lagi saat permasalahan publik yang
menjadi tujuan dari antisipasi solusi kebijakan bersifat sistemik. Itu berarti,
permasalahan publik yang muncul terdiri atas semua isu yang dipandang secara
umum oleh anggota masyarakat sebagai masalah yang patut untuk memperoleh
perhatian publik, mencakup masalah-masalah yang berada dalam kewenangan yang
sah setiap jenjang pemerintahan masing-masing.
Sedangkan multidimensional merupakan situasi yang dialami oleh
suatu bangsa/negara dimana didalamnya sedang terjadi berbagai pertentangan baik
besar maupun kecil dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan juga kebobrokan
moral. Multidimensional adalah suatu masalah yang dialami oleh sebuah negara
yang mencakup dalam berbagai aspek kehidupan dan masing-masing pertentangan
tersebut sangat sulit untuk diselesaikan. Begitupula dengan penilaian
implementasi kebijakan publik yang sifatnya multi dimensional. Hal itu menjelaskan bahwa kerumitan
permasalahan publik yang sedang muncul saat ini sangatlah sulit untuk
teselesaikan.
Implementasi kebijakan sendiri merupakan tahap yang krusial dalam
proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan
agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan
dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor,
organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang
diinginkan. Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan
sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah
undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi
kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan sangat menentukan apakah organisasi akan
berhasil atau gagal untuk mencapai tujuan sasaran yang telah digariskan dalam
kebijakan tersebut sebelumnya. Oleh karena itu implementasi kebijakan berkaitan
erat dengan waktu tertentu dalam pelaksanaannya, dengan kata lain adanya target
yang diarahkan untuk dilaksanakan.
Proses implementasi suatu kebijakan dibutuhkan adanya komponen implementasi kebijakan yaitu unsur pelaksana, program dan kelompok sasaran.
Proses implementasi suatu kebijakan dibutuhkan adanya komponen implementasi kebijakan yaitu unsur pelaksana, program dan kelompok sasaran.
Implementasi bukanlah proses yang sederhana, tetapi sangat kompleks
dan rumit serta merupakan proses yang berlangsung dinamis, yang hasil akhirnya
tidak bisa diperkirakan hanya dari ketersediaan kelengkapan program.
Implementasi berfungsi menetapkan suatu kaitan yang memungkinkan tujuan –
tujuan kebijakan terwujud, sehingga menjadi apa yang disebut sebagai hasil
kerja atau prestasi pemerintah. Namun dalam prakteknya sering terjadi kegagalan
dalam implementasi karena walau telah diperhitungkan sedemikian rupa,
bukan berarti kesulitan dalam proses implementasi telah tiada. Permasalahan seringkali
justru timbul karena kenyataan di lapangan justru tidak sesuai dengan yang
diperkirakan. Sedang untuk menilai keberhasilan atau kinerja sebuah kebijakan
maka dilakukan evaluasi kebijakan. Tidak selamanya apa yang diputuskan oleh
pemerintah mencapai hal yang diharapkan setelah dilaksanakan. Output
implementasi mungkin saja bisa sesuai dengan yang dikehendaki, namun
outcomesnya bisa sangat berbeda, padahal justru pencapaian Outcomes tersebutlah
yang menentukan berhasil-tidaknya sebuah kebijakan mencapai tujuannya. Berbagai
factor dapat mempengaruhinya, yang dalam perspektif proses kebijakan, bahkan
sudah dimulai dari awal perancangan kebijakan tersebut.
Salah satu contoh yang bisa diambil dari penilaian implementasi
kebijakan publik diatas yakni berkaitan dengan penilaian implementasi kebijakan
publik tentang kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang.
Munculnya masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan karena kebiasaan
merokok ini sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional, sehingga
mendapatkan respon pemerintah di berbagai negara dunia untuk melakukan
penganggulangan. Di Indonesia, untuk menanggulangi kebiasaan merokok dan
perlindungan kesehatan masyarakat dari kebiasaan merokok, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi kesehatan.
Dalam
upaya pemerintah Kota Tangerang untuk terus meningkatkan PHBS masyarakatnya,
indikator perilaku merokok masyarakat yang dapat membahayakan kesehatan
mendapatkan perhatian pemerintah Kota Tangerang. Hal ini terlihat dari
terbentuknya kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang yang
diformulasikan dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010. Namun, sekalipun
dibeberapa lokasi sudah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota
Tangerang, kenyataannya masih banyak terlihat masyarakat merokok di kawasan
tersebut secara bebas. Bahkan tidak hanya masyarakat saja yang masih merokok
secara bebas di kawasan tersebut, tetapi juga para pejabat Pemerintah Kota
Tangerang masih merokok di tempat umum.
Realitas
kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang ini menjelaskan bahwa sebaik
apa pun isi dan tujuan suatu kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah, namun
jika tidak diimplementasikan tentu tidak akan memiliki makna apa-apa bagi
penyelesaian masalah atau pemenuhan tuntutan kepentingan publik. Hal ini
berarti bahwa, implementasi kebijakan memiliki fungsi strategis bagi
terwujudnya tujuan kebijakan, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan kalau
implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dari seluruh proses
kebijakan, karena dengan implementasi kebijakan inilah akan terwujud makna
kebijakan sebagai tindakan untuk memenuhi kepentingan atau mengatasi masalah
masyarakat.
Namun,
implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar berkaitan dengan mekanisme
penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat
saluran-saluran birokrasi. Akan tetapi lebih dari itu, implementasi kebijakan
memiliki keterkaitan dengan realisasi terpenuhinya kepentingan tentang siapa
memperoleh apa dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
implementasi kebijakan adalah tahapan dari proses kebijakan yang paling berat,
sehingga membutuhkan kolaborasi seluruh kelompok kepentingan (stakeholder) yang ada, apalagi dalam
implementasi seringkali muncul masalah-masalah yang tidak teridentifikasi
ketika pembuatan kebijakan.
Sebagai
tindakan untuk mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang tertuang
dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010, Pemerintah Kota Tangerang melakukan
sosialisasi. Dalam melanjutkan sosialisasi kepada masyarakat terkait Perda
Kawasan Tanpa Rokok di Kota Tangerang, tindakan yang dilakukan Pemerintah Kota
Tangerang untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, yaitu melalui
pemasangan tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok dan pemasangan
tanda/petunjuk ruangan boleh merokok. Namun kenyataannya, tidak semua lokasi
yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang berdasarkan
Perda Nomor 5 Tahun 2010 memiliki pemberitahuan tentang adanya Perda kawasan
tanpa rokok di lokasi tersebut. Beberapa lokasi yang masih minim pemberitahuan
tentang kebijakan tersebut di antaranya tempat ibadah, angkutan umum, dan
beberapa tempat umum seperti pasar, halte, dan tempat wisata.
Sementara,
pada beberapa lokasi yang ada pemberitahuan sebagai kawasan tanpa asap rokok,
tempat pemasangan pemberitahuan tersebut tidak strategis dan ukurannya yang
kecil, sehingga masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa di kawasan
tersebut terdapat pemberitahuan larangan untuk merokok, apalagi kawasan
tersebut didukung dengan banyaknya para pejual rokok. Selain itu, masih banyak
lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok berdasarkan Perda
Nomor 5 Tahun 2010 tidak tersedia tempat khusus bagi perokok. Implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang yang sebatas melakukan
sosialisasi ini tidak sebanding dengan luasnya jangkauan dan tujuan kebijakan
yang diwujudkan, karena tidak hanya dilarang merokok, tetapi juga menjual dan
mempromosikan rokok. Fakta empiris implementasi kebijakan di atas menjelaskan
bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang tidak akan memiliki
banyak pengaruh dalam melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari
bahaya asap rokok, karena keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat
dari adanya kesesuaian antara pelaksana/penerapan kebijakan itu sendiri, dan
memberikan hasil yang positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi.
Tidak
berjalannya implementasi kebijakan kawasan tanpa asap rokok di Kota Tangerang
diidentifikasi karena banyak faktor sebagai kendalanya. beberapa kendala
implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang ini meliputi
kurangnya sosialisasi tentang pemberlakuan kebijakan, kurangnya komitmen pelaku
dan kesadaran atau kepatuhan masyarakat sebagai sasaran kebijakan, kurangnya
pengawasan, serta tidak ditegakkannya sanksi bagi para pelanggar kebijakan,
baik dari unsur pelaku kebijakan maupun sasaran kebijakan. Agar implementasi
kebijakan menjadi efektif, maka para pihak yang bertanggungjawab atas
implementasi kebijakan harus benar-benar memahami apa yang harus dilakukan.
Untuk itu, arahan terhadap implementasi kebijakan harus ditransmisikan secara
tepat, jelas, akurat, dan konsisten.
Terdapat beberapa saran yang perlu dilakukan
pihak Pemerintah Kota Tangerang agar kebijakan kawasan tanpa rokok yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2010 dapat
terwujud sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat dan lingkungan dari
baha asap rokok bagi perokok aktif/pasif, yaitu:
1. Meningkatkan pengawasan terhadap
kepatuhan pimpinan lembaga-lembaga yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa
rokok di Kota Tangerang dalam melaksanakan ketentuan kebijakan tersebut.
2. Meningkatkan ketegasan sanksi bagi
pimpinan lembaga-lembaga yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok jika
tidak patuh dalam melaksanakan keputusan kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota
Tangerang.
3. Meningkatkan sosialisasi kebijakan kawasan
tanpa rokok di Kota Tangerang kepada pimpinan lembaga-lembaga yang termasuk
dalam kawasan atau lingkungan tanpa rokok di Kota Tangerang.
4. Meningkatkan jumlah dan ukuran media
yang menunjukkan larangan dan sanksi bagi para pelanggarnya pada lokasi-lokasi
yang termasuk dalam kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar