Kamis, 18 April 2019

Implementasi Kebijakan Publik


Jawaban IKP

Seiring dengan derajat kompleksitas atau kerumitan permasalahan publik, penilaian implementasi kebijakan publik (IKP) menjadi relatif bersifat multi dimensional. Artinya kualitas penilaian terhadap IKP tergantung kepada kapasitas pegiat kebijakan memahami irisan dan  saling keterkaitan antar pelbagai aspek atas konsekuensi diterapkannya sebuah aturan/regulasi kebijakan. Terlebih lagi saat permasalahan publik yang menjadi tujuan dari antisipasi solusi kebijakan bersifat sistemik. Itu berarti, permasalahan publik yang muncul terdiri atas semua isu yang dipandang secara umum oleh anggota masyarakat sebagai masalah yang patut untuk memperoleh perhatian publik, mencakup masalah-masalah yang berada dalam kewenangan yang sah setiap jenjang pemerintahan masing-masing.

Sedangkan multidimensional merupakan situasi yang dialami oleh suatu bangsa/negara dimana didalamnya sedang terjadi berbagai pertentangan baik besar maupun kecil dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan juga kebobrokan moral. Multidimensional adalah suatu masalah yang dialami oleh sebuah negara yang mencakup dalam berbagai aspek kehidupan dan masing-masing pertentangan tersebut sangat sulit untuk diselesaikan. Begitupula dengan penilaian implementasi kebijakan publik yang sifatnya multi dimensional.  Hal itu menjelaskan bahwa kerumitan permasalahan publik yang sedang muncul saat ini sangatlah sulit untuk teselesaikan.

Implementasi kebijakan sendiri merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.

Implementasi kebijakan sangat menentukan apakah organisasi akan berhasil atau gagal untuk mencapai tujuan sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan tersebut sebelumnya. Oleh karena itu implementasi kebijakan berkaitan erat dengan waktu tertentu dalam pelaksanaannya, dengan kata lain adanya target yang diarahkan untuk dilaksanakan.
Proses implementasi suatu kebijakan dibutuhkan adanya komponen implementasi kebijakan yaitu unsur pelaksana, program dan kelompok sasaran. 

Implementasi bukanlah proses yang sederhana, tetapi sangat kompleks dan rumit serta merupakan proses yang berlangsung dinamis, yang hasil akhirnya tidak bisa diperkirakan hanya dari ketersediaan kelengkapan program. Implementasi berfungsi menetapkan suatu kaitan yang memungkinkan tujuan – tujuan kebijakan terwujud, sehingga menjadi apa yang disebut sebagai hasil kerja atau prestasi pemerintah. Namun dalam prakteknya sering terjadi kegagalan dalam implementasi karena  walau telah diperhitungkan sedemikian rupa, bukan berarti kesulitan dalam proses implementasi telah tiada. Permasalahan seringkali justru timbul karena kenyataan di lapangan justru tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Sedang untuk menilai keberhasilan atau kinerja sebuah kebijakan maka dilakukan evaluasi kebijakan. Tidak selamanya apa yang diputuskan oleh pemerintah mencapai hal yang diharapkan setelah dilaksanakan. Output implementasi mungkin saja bisa sesuai dengan yang dikehendaki, namun outcomesnya bisa sangat berbeda, padahal justru pencapaian Outcomes tersebutlah yang menentukan berhasil-tidaknya sebuah kebijakan mencapai tujuannya. Berbagai factor dapat mempengaruhinya, yang dalam perspektif proses kebijakan, bahkan sudah dimulai dari awal perancangan kebijakan tersebut. 

Salah satu contoh yang bisa diambil dari penilaian implementasi kebijakan publik diatas yakni berkaitan dengan penilaian implementasi kebijakan publik tentang kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang. Munculnya masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan karena kebiasaan merokok ini sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional, sehingga mendapatkan respon pemerintah di berbagai negara dunia untuk melakukan penganggulangan. Di Indonesia, untuk menanggulangi kebiasaan merokok dan perlindungan kesehatan masyarakat dari kebiasaan merokok, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi kesehatan.

Dalam upaya pemerintah Kota Tangerang untuk terus meningkatkan PHBS masyarakatnya, indikator perilaku merokok masyarakat yang dapat membahayakan kesehatan mendapatkan perhatian pemerintah Kota Tangerang. Hal ini terlihat dari terbentuknya kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang yang diformulasikan dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010. Namun, sekalipun dibeberapa lokasi sudah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang, kenyataannya masih banyak terlihat masyarakat merokok di kawasan tersebut secara bebas. Bahkan tidak hanya masyarakat saja yang masih merokok secara bebas di kawasan tersebut, tetapi juga para pejabat Pemerintah Kota Tangerang masih merokok di tempat umum.

Realitas kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang ini menjelaskan bahwa sebaik apa pun isi dan tujuan suatu kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah, namun jika tidak diimplementasikan tentu tidak akan memiliki makna apa-apa bagi penyelesaian masalah atau pemenuhan tuntutan kepentingan publik. Hal ini berarti bahwa, implementasi kebijakan memiliki fungsi strategis bagi terwujudnya tujuan kebijakan, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan kalau implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dari seluruh proses kebijakan, karena dengan implementasi kebijakan inilah akan terwujud makna kebijakan sebagai tindakan untuk memenuhi kepentingan atau mengatasi masalah masyarakat.

Namun, implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar berkaitan dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi. Akan tetapi lebih dari itu, implementasi kebijakan memiliki keterkaitan dengan realisasi terpenuhinya kepentingan tentang siapa memperoleh apa dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, implementasi kebijakan adalah tahapan dari proses kebijakan yang paling berat, sehingga membutuhkan kolaborasi seluruh kelompok kepentingan (stakeholder) yang ada, apalagi dalam implementasi seringkali muncul masalah-masalah yang tidak teridentifikasi ketika pembuatan kebijakan.

Sebagai tindakan untuk mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010, Pemerintah Kota Tangerang melakukan sosialisasi. Dalam melanjutkan sosialisasi kepada masyarakat terkait Perda Kawasan Tanpa Rokok di Kota Tangerang, tindakan yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, yaitu melalui pemasangan tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok dan pemasangan tanda/petunjuk ruangan boleh merokok. Namun kenyataannya, tidak semua lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2010 memiliki pemberitahuan tentang adanya Perda kawasan tanpa rokok di lokasi tersebut. Beberapa lokasi yang masih minim pemberitahuan tentang kebijakan tersebut di antaranya tempat ibadah, angkutan umum, dan beberapa tempat umum seperti pasar, halte, dan tempat wisata.

Sementara, pada beberapa lokasi yang ada pemberitahuan sebagai kawasan tanpa asap rokok, tempat pemasangan pemberitahuan tersebut tidak strategis dan ukurannya yang kecil, sehingga masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa di kawasan tersebut terdapat pemberitahuan larangan untuk merokok, apalagi kawasan tersebut didukung dengan banyaknya para pejual rokok. Selain itu, masih banyak lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2010 tidak tersedia tempat khusus bagi perokok. Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang yang sebatas melakukan sosialisasi ini tidak sebanding dengan luasnya jangkauan dan tujuan kebijakan yang diwujudkan, karena tidak hanya dilarang merokok, tetapi juga menjual dan mempromosikan rokok. Fakta empiris implementasi kebijakan di atas menjelaskan bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang tidak akan memiliki banyak pengaruh dalam melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari bahaya asap rokok, karena keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara pelaksana/penerapan kebijakan itu sendiri, dan memberikan hasil yang positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi.

Tidak berjalannya implementasi kebijakan kawasan tanpa asap rokok di Kota Tangerang diidentifikasi karena banyak faktor sebagai kendalanya. beberapa kendala implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang ini meliputi kurangnya sosialisasi tentang pemberlakuan kebijakan, kurangnya komitmen pelaku dan kesadaran atau kepatuhan masyarakat sebagai sasaran kebijakan, kurangnya pengawasan, serta tidak ditegakkannya sanksi bagi para pelanggar kebijakan, baik dari unsur pelaku kebijakan maupun sasaran kebijakan. Agar implementasi kebijakan menjadi efektif, maka para pihak yang bertanggungjawab atas implementasi kebijakan harus benar-benar memahami apa yang harus dilakukan. Untuk itu, arahan terhadap implementasi kebijakan harus ditransmisikan secara tepat, jelas, akurat, dan konsisten.
Terdapat beberapa saran yang perlu dilakukan pihak Pemerintah Kota Tangerang agar kebijakan kawasan tanpa rokok yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2010 dapat terwujud sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat dan lingkungan dari baha asap rokok bagi perokok aktif/pasif, yaitu:
1.      Meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan pimpinan lembaga-lembaga yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang dalam melaksanakan ketentuan kebijakan tersebut.
2.      Meningkatkan ketegasan sanksi bagi pimpinan lembaga-lembaga yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok jika tidak patuh dalam melaksanakan keputusan kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang.
3.      Meningkatkan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang kepada pimpinan lembaga-lembaga yang termasuk dalam kawasan atau lingkungan tanpa rokok di Kota Tangerang.
4.      Meningkatkan jumlah dan ukuran media yang menunjukkan larangan dan sanksi bagi para pelanggarnya pada lokasi-lokasi yang termasuk dalam kawasan tanpa rokok di Kota Tangerang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar