Kamis, 06 Juni 2019

Teori Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.  Teori Perencanaan
2.3.1   Pengertian Teori Perencanaan
Menurut Hudson dalam Tanner (1981) teori perencanaan meliputi, antara lain; sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi, dan radial. Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson.
a. Teori Sinoptik disebut juga system planning, rational system approach, rasional comprehensive planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi. Langkahlangkah dalam perencanaan ini meliputi: pengenalan masalah, mengestimasi ruang lingkup problem, mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian, menginvestigasi problem, memprediksi alternative, mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.

b. Teori incemental Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam merencanakan objek tertentu selalu mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.

c. Teori transactive Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.

d. Teori advocacy Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai (advocacy= mempertahankan dengan argumentasi). Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.

e.   Teori radikal Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan. Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya.

f. Teori SITAR Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori-teori diatas mempunyai persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
1) Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah
2) Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan sekitarnya.
3) Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan penitikberatan.
4) Mempertimbangkan dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam pencapaian tujuan

Sedangkan Perbedaannya adalah :
1)   Perencanaan sinoptik lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan dalam 4 pendekatan perencanaan yang lain.
2)   Perencanaan incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
3)   Perencanaan transactive mengedepankan faktor – faktor perseorangan / individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan, perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan dengan perencanaan Sinoptik dan Incremental yang lebih komprehensif.
4)   Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah. Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan social.
5)   Perencanaan Radikal seakan-akan tanpa metode dalam memecahkan masalah dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan pendekatan incremental dan sinoptik yang memepertimbangkan aturan – aturan yang ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.

Menurut Ernest R Alexander, Teori merupakan kerangka yang harus dipergunakan sehingga dapat membentuk suatu struktur yang baik. Apabila kita memiliki suatu teori yang benar namun kita hanya menyimpannya saja dan tidak mempraktekkannya, maka sebaik apapun teori tersebut tidak akan ada manfaatnya, begitu pula sebaliknya sebuah praktek harus diterangkan dengan teori.
Bagi seorang planner, hubungan antara teori dan praktek adalah sangat penting, sebab perencanaan tidak seperti ilmu murni pada dasarnya perencanaan adalah kegiatan preskripif, bukan deskriptif. Tujuan seorang planner bukanlah untuk menguraikan apa yang ada di dunia ini tetap untuk mengusulkan cara-cara bagaimana keadaan tersebut bisa diubah.

Adapun beberapa definisi tentang perencanaan dari para ahli:
a.   Menurut Conyers Diana, perencanaan adalah proses yang berjalan terus menerus yang melibatkan (cyclical process decision-making) berbagai tahapan skematik dan berurutan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau dengan kata lain keputusan yang lebih rasional.
b. Menurut Anthony J. Catanese, Perencanaan merupakan suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada.
c.  Menurut Ir. Mulyono Sadyohutomo, Perencanaan merupakan fungsi manajemen pertama yang harus dilakukan oleh setiap manajer dan staf.

Dari ketiga pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai tahapan skematik dan berurutan dengan mempertimbangkan berbagai batasan-batasan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang rasional. Selain itu perencanaan memiliki empat tingkatan definisi yaitu :
1.    Tingkatan pertama (tidak ada faktor pembatas), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2.    Tingkatan kedua (ada faktor pembatas internal), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelahmemperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut, memilih dan menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Tingkatan ketiga (ada faktor pembatas internal, eksternal yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperlihatkan pembatas internal dan eksternal, memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
4.    Tingkatan keempat (faktor pembatas ketiga internal, eksternal pengaruhnya cukup besar serta kita tidak bisa mengendalikannya), di mana perencanaan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor pembatas, menetapkan tujuan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

Perencanaan itu sendiri memerlukan suatu pengakuan rasional dan sosial: ia “harus dibenarkan sebagai suatu penerapan cara pengambilan keputusan yang rasional pada masalah-masalah sosial.” Karena perencanaan adalah suatu aktivitas yang mempengarui masyarakat dan menyangkut nilai-nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. Dalam kata-kata John Dyckman, teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori tentang masyarakat di mana perencanaan itu dilembagakan.
Perencanaan sumber daya manusia akan dapat dilakukan dengan baik dan benar jika perencananya mengetahui apa dan bagaimana sumber daya manusia itu. Sumber daya manusia atau manpower disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. SDM terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM/manusia menjadi unsur pertama dan utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang andal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa.
Perencanaan Sumber Daya Manusia atau Human Resources Planning disingkat PSDM merupakan fungsi pertama dan utama dari Manajemen Sumber Daya Manusia. PSDM diproses oleh perencana (planner) dan hasilnya menjadi rencana (plan). Dalam rencana ditetapkan tujuan dan pedoman pelaksanaan serta menjadi dasar kontrol. Tanpa rencana, kontrol tak dapat dilakukan, dan tanpa kontrol, pelaksanaan rencana baik ataupun salah tidak dapat diketahui.
Perencanaan merupakan masalah memilih, yaitu memilih tujuan dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif yang ada, tanpa alternatif, perencanaan pun tidak ada.
Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assumptions regarding the future in the visualization and formulations of proposed activition believed necessary to achive desired result. (George R.Terry) (Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan).
Planning is fundamentally choosing and a planning arises only when an alternative course of action is discovered (Billy E. Goetz) (Perencanaan adalah pemilihan yang fundamental dan masalah perencanaan timbul, jika terdapat alternatif-alternatif).
Plan is the respresentation of anything draw on a plan and forming a map or chart (the plan of a town). Disposition of parts according to certain design. (The New Webster Dictionary) (Rencana diartikan sebagai pernyataan dari segala sesuatu yang dikehendaki yang digambarkan dalam suatu pola atau peta-peta, chart, atau pernyataan dari bagian-bagiannya sesuai dengan pola tertentu).
Rencana ialah sejumlah keputusan yang menjadi pedoman untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, setiap rencana mengandung dua unsur yaitu tujuan dan pedoman. (Drs. Malayu S.P. Hasibuan)
Human resource planning or man power planning has been defined as the process of determining man power requirement and the means for meeting those requirement in order to carry out the integrated plans of the organization. (Andrew F. Sikula dalam bukunya Personnel Administration and Human Resources Management) (Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja dan cara memenuhi kebutuhan tersebut untuk melaksanakan rencana terpadu organisasi).
Human resource planning is the process offorecastingfuture human resource needs of an organization so that steps can be taken to ensure that these needs are met. (Thomas H. Stone dalam bukunya Understanding Personnel Management) (Perencanaan sumber daya manusia adalah proses meramalkan kebutuhan akan sumber daya manusia dari suatu organisasi untuk waktu yang akan datang agar langkah-langkah dapat diambil untuk menjamin bahwa kebutuhan ini dapat dipenuhi).
Human resource planning may be described as a process that seeks to ensure that the right number and kinds of people will he at the right place at the right time in the future, capable of doing those things that are needs so that the organization can continue to achieve its goals. (John B. Miner dan Mary Green Miner dalam bukunya Personnel and Industrial Relation) (Perencanaan sumber daya manusia dapat diuraikan sebagai suatu proses yang berusaha menjamin jumlah dan jenis pegawai yang tepat akan tersedia pada tempat yang tepat pada waktu yang tepat untuk waktu yang akan datang, mampu melakukan hal-hal yang diperlukan agar organisasi dapat terus mencapai tujuannya).
Perencanaan sumber daya manusia adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan serta efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan. (Drs. Malayu S.P. Hasibuan 1990) Perencanaan SDM ini untuk menetapkan program pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, darn pemberhentian karyawan. Jadi, dalam rencana SDM harus ditetapkan semua hal tersebut di atas secara baik dan benar.

2.3.2   Unsur-Unsur Perencanaan
Kata perencanaan (planning) merupakan istilah umum yang sangat luas cakupan kegiatannya. Para ahli telah mendefinisikan kata perencanaan dengan kalimat-kalimat berbeda-beda, tergantung aspek apa yang ditekankan. Akan tetapi, dapat disimpulkan bahwa di dalam perencanaan mencakup pengertian sebagai berikut.
a.    Penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan
b.    Penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan
Rencana (plan) adalah produk dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui tahap-tahap kegiatan. Setiap rencana paling tidak memiliki 3 unsur pokok, yaitu:
1)   Titik Tolak Merupakan kondisi awal dari mana kita berpijak di dalam menyusun rencana dan sekaligus dan sekaligus nantinya menjadi landasan awal untuk melaksanakan rencana tersebut
2)   Tujuan (Goal) Suatu keadaan yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Tujuan yang jelas akan mempermudah perencana dalam penyusunan perencanaan.
3)   Arah Arah rencana merupakan pedoman untuk mencapai rencana dengan cara yang legal, efisien, dan terjangkau oleh pelaksana. Apabila suatu rencana tidak dilengkapi pedoman yang jelas maka pencapaian tujuan tidak efektif dan terjadi pemborosan pemakaian sumber daya dan waktu.

Serta beberapa beberapa unsur pendukung lainnya :
a.    Whiseses (keinginan, cita-cita) Perencanan dibuat oleh perencana untuk mendapatkan hasil yang diinginkan Perencana memiliki keinginan dalam hasil yang akan dipacapai dan memiliki perencanaan yang sesuai keinginan trsebut.
b.    Resources (sumber daya alam, manusia, modal, dan informasi) Sumber daya alam harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung suatu perencanaan. Perencana harus mampu mendayagunakan suber daya alam dengan kemampuan sumber daya manusia yang bagus. Kelengkapan informasi juga dibutuhkan dalam pentusunan perencanan sebab, informasi yang valid memberikan masukan dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan.
c.   Effective and Efficient (hasil guna dan daya guna) Perencanaan membutuhkan ketepatan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan tujuan.
d. Space, location (ruang) Lokasi merupakan objek yang menjadi sasaran dalam suatu perencanaan. Lokasi juga dianggap sebagai subjek perencanaan sebab, dalam merencanakan suatu wilayah perencanan harus mengetahui kondisi lokasi tersebut dan mengadaptasikan.
e.  Time, future oriented Hasil perencanaan tidak haya bertujuan untuk waktu sekarang tetapi juga berorientasi untuk masa yang akan datang (sustainable). Tiga unsur-unsur pokok rencana tersebut sifatnya wajib bagi setiap rencana. Apabila salah satu unsur rencana tidak ada maka rencana menjadi tidak bermanfaat atau sulit dilaksanakan.

Untuk menuju kondisi yang akan datang yang lebih baik hanya dapat dicapai melalui perencanaan, hal tersebut disebabkan oleh:
·   Secara rasional, perencanaan disusun berdasarkan data yang cukup dan analisis yang tepat akan memberikan keputusan dan hasil yang baik.
·     Dari segi efisiensi, dengan perencanaan dapat meminimalkan biaya dan memaksimalkan manfaat.

2.3.3   Aspek-Aspek Penting dalam Perencanaan
Berbagai aspek penting dalam perencanaan:
1)  Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang di dalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
2)   Perencanaan kota merupakan aktifitas yang benar-benar direncanaan dengan matang yang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara professional sebagai perencana.
3)    Tujuan dan sasarannya, serta pranata-pranata untuk mencapainya, sering teramat tidak pasti.
4)  Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan, malahan sebaliknyamereka membut berbagai alternative dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang dipilih dan ditunjuk untuk mengambil keputusan- keputusan tertentu.
5)  Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif.
6)   Hasil dari hampir semua aktivitas perencanan hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.

2.3.4   Tujuan Perencanaan
Perencanaan memiliki tujuan sebagai berikut.:
a.  Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan dalam perusahaan.
b. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan, sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya.
c.  Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
d. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS) sehingga produktivitas kerja meningkat.
e.    Untuk menghindari kekurangan dan atau kelebihan karyawan.
f.   Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan
g.  Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertikal atau horizontal) dan pensiun karyawan.
h.    Menjadi dasar dalam melakukan penilaian karyawan.

2.3.5   Jenis-Jenis Perencanaan
Perencanaan terdapat 8 jenis. Jenis-jenis perencanaan diantaranya adalah :
1)   Perencanaan bertujuan jelas Vs perencanaan bertujuan laten
·  Perencanaan bertujuan jelas menyebutkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur tingkat pencapaiannya.
·    Perencanaan bertujuan laten tidak menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya kurang jelas dan sulit diukur.
2)   Perencanaan fisik Vs perencanaan ekonomi
·      Perencanaan fisik lebih terfokus pada perencanaan sarana dan prasarana.
·      Perencanaan ekonomi terfokus pada segi dana untuk pembangunan.
3)   Perencanaan alokatif Vs perencanaan inovatif
·      Perencanaan alokatif menyukseskan rencana umum yang telah disusun
·      Perencanaan inovatif dimungkinkan adanya kebebasan.
4)   Perencanaan bertujuan jamak Vs perencanaan bertujuan tunggal
·      Perencanaan jamak bila tujuan dan sasaran bersifat jamak
·      Perencanaan tunggal bila tujuan dan sasrannya bersifat tunggal
5) Perencanaan indikatif Vs perencanaan imperative Perencanaan indikatif mempunyai output indikasi (tidak tegas) sedangkan imperatif sudah diatur dengan tegas dan jelas dalam pelaksanaan di lapangan.
6)   Top Down Vs Bottom up planning
·  Top down adalah perencanaan yang langsung dari atas(pemerintah) ke bawah (masyarakat)
·   Bottom up adalah perencanaan yang mendengarkan aspirasi rakyat dan kemudian menjadi pemikiran dalam perencanaan oleh pemerintah.
7)   Vertical Vs Horizontal planning
·      Vertical mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama.
·      Horizontal menekankan keterpaduan program antar berbagai sektor pada level yang sama.
8)   Perencanaan pertisipatif Vs perencanaan non partisipatif
Perencanaan partisipatif menggunakan masyarakat sebagai subjek dan objek dalam perencanaan.


2.3.6   Metodologi Perencanaan
Perencana perkotaan mengamabil metode dari berbagai bidang illmu dan memodifikasikannya dan/atau mengembangkan metode-metode baru untuk memperoleh dan menyaring berbagai sumber informasi. Jenis-jenis metode :
1.    Proses Perencanaan
2.    Perencanaan sebagai rekayasa pengetahuan
3.    Perencanaan sebagai problem solving
4.    Perencanaan sebagai proses produksi

Pengaruh Pemikiran Filsafat Dunia terhadap Teori Perencanaan Pemiikiran filsafat dunia adalah pemikiran untuk mencari kebenaran menurut akal manusia, di mana pemikiran tersebut selalu berkembang sejalan dengan perkembangan perdaban manusia. Evolusi pandangan filsafat dunia berpengaruh pula terhadap perkembangan teori perencanaan, dengan urutan perubahan sebagai berikut.
a.    Theosentrisme
·      Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari kekuatan monarki dan keagamaan
·      Model Perencanaan : Authoritarian Planning
b.    Utopianisme
·      Pengaruh dalam perencanaan sebagai tujuan ideal manusia
·      Model Perencanaan : Romantic Planning Positivisme
·   Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari rekayasa sosial melalui dominasi ilmu teknik
·      Model Perencanaan : Technocratic Planning
c.    Rasionalisme
·    Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi rekayasa sosial melalui justifikasi ilmiah
·     Model Perencanaan : Rational Comprehensive Planning
d.   Fragmatisme
·      Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari market
·      Model Perencanaan : Utilitarian Planning and Pragmatic Planning
f.     Fenomenologi
·      Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi peguatan ekstensi nilai-nilai budaya.
·      Model Perencanaan : Organic Planning, Advocacy Planning, Social Planning.

2.2.  Teori Perekrutan
Rekruitmen dapat didefinisikan sebagai suatu keputusan tentang dimana dan bagaimana caranya mencari calon-calon tenaga kerja dengan tujuan untuk mendapatkan sebanyak mungkin calon-calon tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan / organisasi. Upaya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon tenaga kerja ini dimaksudkan agar perusahaan / organisasi dapat lebih leluasa dalam memilih agar didapat tenaga kerja yang paling sesuai (cocok) dengan persyaratan yang diperiukan oleh jabatannya.
Perlu diingat bahwasannya proses ”pencocokan” ini sifatnya dua arah dalam arti bahwa perusahaan mencari tenaga kerja yang paling cocok dengan tuntutan jabatan dan sebaliknya tenaga kerjapun mencari pekerjaan yang paling cocok dengan kebutuhan, bakat, minat dan kemanpuannya.
Proses rekmtmen dimulai pada waktu diambil langkah mencari pelamar dan berakhir ketika peiamar mengajukan lamarannya. Jika proses rekrutmen ditempuh dengan tepat dan baik, maka hasilnya adalah adanya sekelompok pelamar yang kemudian diseleksi guna menjamin bahwa hanya yang paling memenuhi semua persyaratanlah yang diterima sebagai pekerja dalam organisasi yang memerlukannya.
2.2.1   Kendala Dalam Proses Rekrutmen
Perlu untuk ditekankan terlebih dahulu bahwa dalam menjalankan tugasnya mencari calon-calon pegawai, para pencari tenaga kerja suatu organisasi harus menyadari bahwa mereka menghadapi berbagai kendala.
Berbagai penelitian dan pengalaman banyak orang dalam hal rekrutlnen menunjukkan bahwa kendala-kendala yang biasa dihadapi itu dapat terjadi karena 3 (tiga) hal yaitu : faktor-faktor organisasional, kebiasaan para pencari tenaga kerja dan factor ekstern yang bersumber dari lingkungan dimana organisasi bergerak.
a.    Faktor-faktor Organisasional
Dapat dipastikan bahwa berbagai kebijaksanaan yang ditetapkan dalam suatu organisasi dimaksudkan agar organisasi yang bersangkutan semakin mampu mencapai tujuan dan sasarannya. Namun yang penting untuk mendapatkan perhatian adalah bahwa mungkin saja berbagai kebijaksanaan tersebut membatasi ruang gerak para pencari tenaga kerja baru. Adapun kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut :
       Kebijakan promosi dari dalam
Apabila dalam suatu organisasi dianut kebijaksanaan bahwa dalam hal terjadinya lowongan dan lowongan itu diisi oleh para pekerja yang sudah menjadi karyawan organisasi, maka para pencari tenaga kerja tidak perlu lagi berpaling ke sumber-sumber tenaga kerja di luar organisasi.
Kebijaksanaan tersebut rnengandung segi-segi positif, paling tidak dipandang dari sudut kepentingan para pekerja. Dengan kebijaksanaan ”promosi dari dalam” pekerja dapat meningkatkan semangat kerjanya karena prospek kariernya yang semakin cerah, makin banyak anak tangga dalam hierarkhi organisasi yang mungkin dinaiki yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja, loyalitas kepada organisasi dan mengurangi keinginan pindah ke organisasi lain.
Untuk jangka panjang. kebijaksanaan tersebut mempunyai daya tarik yang kuat bagi para pencari pekerjaan yang kapabel karena mereka mengetahui bahwa organisasi yang hendak dimasukinya adalah tempat yang baik untuk meniti karier. Akan tetapi kebijaksanaan tersebut juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:
1)   Ketrampilan dan keahlian yang diperoleh terbatas
2) Para pekerja lebih cepat merasa puas diri, karena kesempatan menaiki tanaga karier yang lebih tinggi akan selalu terbuka.

·      Kebijaksanaan tentang imbalan
Setiap organisasi mempunyai kebijaksanaan tentang upah dan gaji yang diberikan kepada karyawannya sebagai imbalan atas waktu, tenaga, keahlian dan ketrampilan serta jasa jasa lainnya yang mereka berikan kepada organisasi. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan sistem imbalan dalam pengelolaan sumber daya manusia tidak terbatas hanya pada upah dan gaji saja, namun mencakup pula berbagai kompensasi materiil lainnya seperti tunjangan istri, anak, biaya pengobatan, biaya hidup atau tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, fasilitas angkutan, fasilitas perumahan, asuransi, bantuan biaya pendidikan dan bahkan juga hak cuti pada waktu mana seseorang tetap menerima penghasilan penuh.
Dalam merumuskan kebijaksanaan organisasi mengenai sistem imbalan bagi karyawannya. ada 4 (empat) hal yang perlu untuk dipertimbangkan yaitu:
1.    Kepentingan para anggota organisasi yang dalam, banyak hal tercermin dalam kesepakatan antara serikat pekerja dengan manajemen. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dengan demikian hubungan industrial antara para pekerja dengan manajemen dapat terpelihara dalam suasana keserasian.
2.    Kemampuan organisasi yang bersangkutan untuk memberikan imbalan dalam arti bahwa jangan sampai manajemen memberikan imbalan seminimum mungkin pada hal kemampuan untuk memberikan imbalan yang lebih memadai sebenarnya ada. Di pihak lain agar para pekerja tidak mengajukan berbagai tuntutan yang di luar kemampuan organisasi untuk memenuhinya.
3. Peraturan pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku. Semua jenis organisasi berkewajiban untuk mentaati berbagai ketentuan informatif seperti misalnya : menyangkut upah minimum larangan mempekerjakan anak-anak, hak cuti karyawan, perlakuan yang sama antara karyawan dan karyawati, jam kerja, keselamatan kerja dan lain sebagainya.
4.   Pertimbangan lokasi Untuk pengupahan dan penggajian yang dilakukan oleh suatu organisasi harus berdasarkan indeks biaya hidup yang dikeluarkan oleh pemerintah.

       Rencana Sumber daya Manusia
Suatu rencana sumber daya manusia biasanya memberi petunjuk tentang lowongan yang bagaimana sifatnya yang diisi melalui promosi dan dalam lowongan yang bagaimana yang akan diisi dari luar.

b.    Kebiasaan Para Pencari Kerja
Pada satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia biasanya terdapat sekelompok pegawai yang tugas utamanya adalah melakukan rekruitmen. Mereka adalah tenaga spesialis yang memahami berbagai segi proses rekrutmen yang mampu bertindak dan berfikir secara rasional. Akan tetapi karena berbagai faktor seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman, maka para pencari kerja mungkin saja mempunyai kebiasaan kebiasaan tertentu.

c.  Kondisi ekternal
Organisasi tidak boleh mengabaikan apa yang terjadi di sekitarnya. Artinya dalam mengelola organisasi, faktor-faktor eksternal atau lingkungan harus selalu mendapat perhatian. Juga dalam hal merekrut tenaga kerja baru. Beberapa  contoh dari faktor-faktor eksternal adalah :
1.    Tingkat pengangguran.
2.    Kedudukan organisasi pencari tenaga kerja baru dibandingkan organisasi  lain yang bergerak di bidang kegiatan yang sama atau menghasilkan barang dan jasa sejenis.
3.    Langka tidaknya keahlian atau keterampilan tertentu.
4.    Proyeksi angkatan kerja pada umumnya.
5.    Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
6.    Praktek rekruitmen oleh organisasi-organisasi lain.
7.    Kendala terakhir yang perlu dipertimbangkan oleh para pencari tenaga kerja ialah tuntutan tugas yang kelak akan dikerjakan oleh para pekerja baru itu

Hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan ini antara lain ialah:
1.   Para manajer yang memerlukan tenaga kerja baru sering hanya mengatakan agar para pencari tenaga kerja berusaha mencari tenaga kerja baru yang paling memenuhi syarat.
2.   Sering dalam mengelola sumber daya manusia pengertian ”berpengalaman sekian tahun” diidentikkan dengan ”memiliki masa kerja sekian tahun.” Padahal kedua hal tersebut berbeda sekali.
3.   Mencari tenaga kerja yang sudah berpengalaman memerlukan waktu, tenaga dan mungkin juga biaya yang besar.
4.   Tenaga kerja yang sudah berpengalaman akan menuntut imbalan yang cukup tinggi berdasarkan harapan dan persepsi yang bersangkutan tentang imbalan yang wajar diterimanya
5.   Jika ternyata kemudian bahwa tenaga kerja baru itu dipekerjakan pada satuan kerja yang tidak menuntut pengalaman seperti dipersyaratkan pada waktu direkrut. sangat mungkin tenaga kerja baru itu akan bosan atau bahkan tidak bertahan lama dalam organisasi.

Jelaslah bahwa berbagai kendala yang mungkin dihadapi dalam merekrut tenaga kerja baru harus dipertimbangkan secara matang karena hanya hanya dengan demikianlah waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan sebanding dengan hasil yang dicapai, yaitu tersedianya tenaga kerja baru yang memenuhi berbagai persyaratan dan tuntutan tugas yang akan dilaksanakan.Agar mendapat tenaga kerja yang dapat melaksanakan tugasnya dengan efisien, ekonomis dan efektif; maka perlu mengetahui atau mengenali berbagai sumber rekrutmen yang mungkin digarap, meskipun benar bahwa mungkin saja tidak semua sumber tersebut perlu selalu digarap.

2.2.2   Berbagai Sumber Rekruitmen
Agar mendapat tenaga kerja yang dapat melaksanakan tugasnya dengan efisien, ekonomis dan efektif; maka perlu mengetahui atau mengenali berbagai sumber rekrutmen yang mungkin digarap, meskipun benar bahwa mungkin saja tidak semua sumber tersebut perlu selalu digarap.
a.    Pelamar Langsung
Pengalaman menunjukan bahwa salah satu sumber rektutmen yang selalu dapat dimanfaatkan adalah datangnya para pelamar pekerjaan ke organisasi. Pelamar langsung ini serins dikenal dengan istilah “applications at the gate”
b.    Lamaran Tertulis
Biasanya para pelamar yang mengajukan lamaran tertulis melengkapi surat lamarannya dengan berbagai bahan tertulis mengenai dirinya, seperti surat keterangan berbadan sehat dari dokter, surat berkelakuan baik dari instansi pemerintah yang betwenang, salinan atau fotokapi ijazah dan piagam yang dimiliki, surat referensi dan doktunen lainnya yang dianggapnya perlu diketahui oleh perekrut tenaga kerja baru yang akan menerima danmeneliti surat lamaran tersebut.
c.    Lamaran berdasarkan informasi orang dalam
Biasanya para anggota suatu organisasi mengetahui ada tidaknya lowongan di berbagai satuan kerja dalam organisasi di mana mereka berkarya. Kelemahan penggunaan sumber ini pun ada. Berbagai kelemahan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: Tidak ada jaminan bahwa informasi tentang lowongan diberikan oleh orang dalam kepada para calon pelamar yang paling memenuhi syarat. Artinya, tidak mustahil bahwa pertimbangan-pertimbangan primordial, seperti pertalian darah, kesukuan, daerah asal dan sekolah lebih menonjol ketimbang pemenuhan persyaratan obyektif. Hal ini harus diwaspadai oleh para pegawai yang tugas pokoknya adalah merekrut pegawai baru.
d.   Iklan
Pemasangan iklan merupakan salah satu jalur rekrutmen yang paling sering dan paling banyak digunakan. Iklan dapat dipasang di berbagai tempat dan menggunakan berbagai media, baik yang visual seperti di media cetak surat kabar, majalah, selebaran yang ditempelkan di berbagai tempat yang ramai dikunjungi orang, atau yang bersifat audio seperti di radio maupun yang bersitat audio- visual seperti televisi dan lain sebagainya.
e.    Instansi Pemerintah
Salah satu aktivitas instansi yang mengurusi ketenagakerjaan adalah membina kerja-sama dengan berbagai instansi lainnya di lingkungan pemerintahan dan dengan dunia usaha. Kerja sama tersebut dapat berwujud di satu pihak kesediaan para pemakai tenaga kerja menyampaikan informasi tentang berbagai lowongan yang tersedia dalam organisasi masing-masing dan di lain pihak penyampaian informasi tersebut kepada para pencari pekerjaan yang terdaftar pada kantor tenaga kerja yang bersangkutan.
f.     Lembaga pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan jelas merupakan salah satu sumber utama rekrutmen tenaga kerja baik yang menyelenggarakan pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan sebagai sumber rekrutmen tenaga kerja baru adalah yang menyelenggarakan pendidikan tingkat sekolah mcnengah tingkat atas dan pendidikan tinggi.
g.    Serikat Pekerja
Serikat pekerja tidak hanya terbentuk di organisasi di mana semua pekerja, terlepas dari jenis pekerjaan dan jenjang pangkatnya, menjadi anggota. Tetapi ada juga serikat pekerja yang keanggotaannya didasarkan pada profesi atau bidang keterampilan, seperti misalnya serikat pekerja bangunan, serikat pekerja instalasi listrik, serikat perawat dan lain sebagainya. Biasanya serikat pekerja seperti itu memiliki daftar pencari pekerjaan yang selalu dapat dimanfaatkan oleh organisasi pemakai tenaga kerja.

2.3.  Teori Pengembangan
2.3.1   Pengertian Pengembangan
Pengembangan karyawan (sumber daya manusia), baik baru maupun lama perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Oleh karenanya perlu ditetapkan lebih dahulu program pengembangan karyawan. Pengembangan karyawan ini dirasakan makin penting keberadaannya karena tuntutan pekerjaan dan jabatan sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin ketatnya persaingan di antara perusahaan sejenis.
Pemimpin perusahaan pada dasarnya menyadari bahwa karyawan baru, pada umumnya hanya mempunyai pengetahuan teoritis dari bangku sekolah, oleh karenanya perlu dikembangkan kemampuan nyata untuk dapat mengerjakan tugasnya. Demikian pula bagi karyawan lama senantiasa diperlukan latihan karena tuntutan tugas baru baik dalam rangka menghadapi transfer maupun promosi. Program pengembangan karyawan hendaknya disusun secara cermat dan di dasarkan kepada metode ilmiah serta berpedoman keterampilan yang dibutuhkan perusahaan baik saat ini maupun masa yang akan datang.
Latihan sebagai salah satu bentuk pengembangan karyawan merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus. Masalah baru, prosedur baru, peralatan baru, pengetahan dan jabatan baru selalu timbul dalam organisasi yang dinamis. Untuk menghadapi perubahan tersebut diperlukan instruksi, bimbingan kepada para pekerja. Munculnya kondisi baru tersebut mendorong manajemen untuk terus menerus memperhatikan dan menyusun program pengembangan secara berkesinambungan.
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoretis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan sendiri berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan secara menyeluruh. Sedangkan latihan adalah suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
Menurut Jan Bella seperti yang dikutip Hasibuan (1997) menyatakan bahwa : ”pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial.” Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek dilakukan di lapangan berlangsung singkat dan biasanya menjawab how. Seringkali istilah pengembangan diartikan sama dengan istilah pendidikan untuk kalangan industri. Hal ini tidaklah salah, memang pengembangan itu sendiri mencakup pendidikan dan latihan. Karena bagaimanapun juga pengembangan karyawan menyangkut peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas.
Gilley and Steven (1991) menjelaskan bahwa human resources development adalah organized learning activities arranged within an organization in order to improve performance and/or personal growth for the purpose of improving the job, the individual and/or organization. (Pengembangan sumber daya manusia adalah aktivitas belajar yang diorganisasi dan dirancang dalam suatu organisasi untuk meningkatkan performan dan/atau meningkatkan pribadi guna mencapai tujuan dari peningkatan tugas individu dan/atau organisasi).
Sementara itu ada juga perusahaan yang menggunakan istilah ”training”. Alasan penggunaan training agar lebih menyesuaikan dengan kondisi praktek tanpa mengurangi arti pengembangan karyawan dalam suatu organisasi. Namun bagaimanapun juga pengembangan sumber daya manusia berkenaan dengan pengembangan orang dalam organisasi (Gilley and Steven, 1991)
2.3.2   Tujuan Pengembangan
Tujuan pengembangan karyawan adalah memperbaiki efektivitas karyawan dalam mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan. Keterampilan maupun sikap karyawan tentang tugas yang diembannya. Gilley and Steven (1991) menyatakan bahwa tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan knowledge, skills, attitude and behavior dalam melaksanakan suatu organisasiAda beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan penyelenggaraan pengembangan karyawan yaitu :
1)        Meningkatkan produktivitas kerja
2)        Meningkatkan efisiensi
3)        Mengurangi kerusakan
4)        Menghindari (mengurangi) kecelakaan
5)        Meningkatkan pelayanan (konsumen)
6)        Memperbaiki dan meningkatkan moral karyawan
7)        Meningkatkan karier
8)        Meningkatkan cara berfikir secara konseptual
9)        Meningkatkan kepemimpinan
10)    Meningkatkan prestasi yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan balas jasa (gaji).

Dengan kata lain pengembangan karyawan akan memberikan manfaat bagi perusahaan, karyawan dan masyarakat konsumen dalam mencapai tujuannya.
Manfaat lain yang dapat dipetik dari dilaksanakannya program pengembangan dan pelatihan adalah menumbuhkan dan memelihara hubungan yang serasi antara para anggota organisasi. Hal ini dapat terjadi karena :
1)   Terjadi proses komunikasi yang efektif;
2)   Adanya persepsi yang sama tentang tugas yang dilaksanakan;
3)   Ketaatan semua fihak kepada berbagai ketentuan yang bersifat normatif;
4)   Terdapatnya iklim yang baik bagi pertumbuhan seluruh pegawai; dan
5)   Menjadikan organisasi sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk berkarya

Pengembangan karyawan meliputi seluruh aspek pengetahuan keterampilan dan sikap. Karena pengetahuan dan keterampilan saja disarakan belum cukup, maka perlu ditambahkan pengembangan sikap karyawan dalam menghadapi tugas.

2.4.  Teori Kompensasi
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan tentunya membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material dan mesin. Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu para karyawan. Karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
Bagi sebagian karyawan, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak
kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak perusahaan
yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Menurut Schuler dan Jackson (1999), Mondy, et al. (1999), Schermerhorn, et al. (1998), Robbins (1996), dan Siagian (1995), pada prinsipnya imbalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Biasanya imbalan ini merupakan nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya sendiri karena telah menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan imbalan bagi karyawan.
Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan liburan.
Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk imbalan bukan uang misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan diri, fleksibilitas karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian dan pengakuan. Imbalan bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya mengenai rasa aman. Ketika baru-baru ini di negara kita terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar- besaran yang disebabkan karena adanya bank-bank yang dilikuidasi dan adanya krisis moneter, mengakibatkan banyak karyawan yang merasa tidak aman dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk mengatasi hal ini, beberapa pengusaha berusaha menenangkan karyawannya dengan menawarkan rasa aman untuk tidak di PHK, dan sebagai gantinya karyawan tidak memperoleh peningkatan imbalan berupa uang. Contoh lain, misalnya simbol status. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap orang ingin memperoleh dan menggunakan simbol-simbol status tertentu untuk memuaskan kebutuhannya.
Semakin banyak simbol status yang dimilikinya, misalnya memperoleh fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, atau memperoleh kenaikan pangkat, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa berhasil memuaskan kebutuhannya. Salah satu kebutuhan yang terpuaskan itu misalnya kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang-orang dalam lingkungan kerjanya atau masyarakat di sekitarnya. Menurut Siagian (1995), status merupakan faktor motivasional yang penting, sebab status dipandang sebagai peringkat prestise seseorang dalam suatu organisasi, seperti jabatan, pangkat dan fasilitas yang diperoleh.

2.4.1   Kompensasi Total
Menurut Gomez-Mejia, et al., (1995); Schuler dan Jackson (1999); serta Luthans (1998), kompensasi total dapat diklasifikasikan dalam tiga komponen utama, yaitu: Pertama, kompensasi dasar yaitu kompensasi yang jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap, seperti upah dan gaji. Kedua, kompensasi variabel merupakan kompensasi yang jumlahnya bervariasi dan/atau waktu pembayarannya tidak pasti. Kompensasi variabel ini dirancang sebagai penghargaan pada karyawan yang berprestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah pembayaran insentif pada individu maupun kelompok, gainsharing, bonus, pembagian keuntungan (profit sharing), rencana kepemilikan saham karyawan (employee stock-ownership plans) dan stock-option plans . Ketiga, merupakan komponen terakhir dari kompensasi total adalah benefit atau seringkali juga disebut indirect compensation (kompensasi tidak langsung). Termasuk dalam komponen ini adalah (1) perlindungan umum, seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan asuransi; (3) pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan, dan konseling.
Dalam kenyataannya, kompensasi yang diberikan oleh suatu perusahaan tidak selalu meliputi semua jenis kompensasi seperti yang telah dijabarkan di atas. Pemberian kompensasi dapat bervariasi, dan biasanya berdasarkan pada pendapat pimpinan dan manajemen perusahaan tentang penting tidaknya suatu bentuk kompensasi harus diberikan kepada karyawan dan disesuaikan pula dengan kemampuan perusahaan yang bersangkutan. Masih banyak perusahaan di sini yang hanya memberikan kompensasi dasar. Sebagian sudah memberikan kompensasi variabel, misalnya bonus dan pembagian keuntungan, namun perhitungannya masih belum transparan. Untuk kompensasi tidak langsung, biasanya hanya perusahaan-perusahaan yang berskala besar saja yang telah melaksanakan program ini.
Bagi karyawan, kompensasi dalam bentuk riil seperti kompensasi dasar maupun kompensasi variabel adalah penting, sebab dengan kompensasi ini mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung, terutama kebutuhan fisiologisnya. Namun demikian, tentunya karyawan juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan penilaiannya terhadap pengorbanan yang telah diberikan kepada kelompoknya maupun kepada perusahaan. Karyawan juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sebanding dengan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan lainnya, yang menurut pendapatnya karyawan lain tersebut mempunyai kemampuan dan kinerja yang sama dengan dirinya. Apabila harapan karyawan mengenai kompensasi yang demikian dapat diwujudkan oleh perusahaan, maka karyawan akan merasa diperlakukan secara adil oleh perusahaan. Menurut Siagian (1995),  rasa keadilan dapat membuat karyawan menjadi puas terhadap kompensasi yang diterimanya. Sebaliknya, pihak perusahaan juga berharap bahwa kepuasan yang dirasakan oleh karyawan akan mampu memotivasi karyawan tersebut untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Apabila hal ini dapat terwujud, sebenarnya bukan hanya tujuan perusahaan yang tercapai, namun kebutuhan karyawan juga akan terpenuhi.

2.4.2   Tujuan Kompensasi
Menurut Schuler dan Jackson (1999) kompensasi dapat digunakan untuk:
(a) Menarik orang-orang yang potensial atau berkualitas untuk bergabung dengan perusahaan. Dalam hubungannya dengan upaya rekrutmen, program kompensasi yang baik dapat membantu untuk mendapatkan orang yang potensial atau berkualitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan kualitas yang baik akan merasa tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dengan kompensasi yang dianggap layak dan cukup baik.
(b)   Mempertahankan karyawan yang baik. Jika program kompensai dirasakan adil secara internal dan kompetitif secara eksternal, maka karyawan yang baik (yang ingin dipertahankan oleh perusahaan) akan merasa puas. Sebaliknya, apabila kompensai dirasakan tidak adil maka akan menimbulkan rasa kecewa, sehingga karyawan yang baik akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu agar dapat mempertahankan karyawan yang baik, maka program kompensasi dibuat sedemikian rupa, sehingga karyawan yang potensial akan merasa dihargai dan bersedia untuk tetap bertahan di perusahaan.
(c) Meraih keunggulan kompetitif. Adanya program kompensasi yang baik akan memudahkan perusahaan untuk mengetahui apakah besarnya kompensasi masih merupakan biaya yang signifikan untuk menjalankan bisnis dan meraih keunggulan kompetitif. Apabila sudah tidak signifikan lagi, maka perusahaan mungkin akan beralih dengan menggunakan sistem komputer dan mengurangi jumlah tenaga kerjanya atau berpindah ke daerah yang tenaga kerjanya lebih murah.
(d)   Memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas atau mencapai tingkat kinerja yang tinggi. Dengan adanya program kompensasi yang dirasakan adil, maka karyawan akan merasa puas dan sebagai dampaknya tentunya akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
(e)   Melakukan pembayaran sesuai aturan hukum. Dalam hal ini kompensasi yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku. Contoh, sesuai peraturan pemerintah patokan minimal pemberian upah yang berlaku saat ini adalah sebesar umr (upah minimum regional), maka perusahaan harus memberikan kompensasi kepada karyawannya minimum sebesar umr tersebut.
(f)       Memudahkan sasaran strategis. Suatu perusahaan mungkin ingin menjadi tempat kerja yang menarik, sehingga dapat menarik pelamar-pelamar terbaik. Kompensasi dapat digunakan oleh perusahaan untuk mencapai sasaran ini dan dapat juga dipakai untuk mencapai sasaran strategis lainnya, seperti pertumbuhan yang pesat, kelangsungan hidup dan inovasi.
(g) Mengokohkan dan menentukan struktur. Sistem kompensasi dapat membantu menentukan struktur organisasi, sehingga berdasarkan hierarhi statusnya, maka orang-orang dalam suatu posisi tertentu dapat mempengaruhi orang-orang yang ada di posisi lainnya. Tujuan dari pemberian kompensasi tersebut saling terkait, artinya apabila pemberian kompensasi tersebut mampu mengundang orang-orang yang potensial untuk bergabung dengan perusahaan dan membuat karyawan yang baik untuk tetap bertahan di perusahaan, serta mampu memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, berarti produktivitas juga akan meningkat dan perusahaan dapat menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, sehingga perusahaan lebih dimungkinkan untuk dapat mencapai sasaran strategisnya yaitu mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan usaha. Apabila perhitungan kompensasi didasarkan pada jabatan atau keterampilan yang relevan dengan jabatan, maka perusahaan juga akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan karyawan yang berpotensi dan mempunyai kinerja tinggi. Di satu pihak kebutuhan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan usahanya akan tercapai, di pihak lain karyawan juga dapat menikmati hasil berupa kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dengan rasa puas. Dengan demikian kompensasi dapat dipandang sebagai alat untuk mengelola sumber daya manusia secara efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kebutuhan karyawan itu sendiri.

2.4.3   Dasar Perhitungan Kompensasi
Dasar perhitungan kompensasi dipakai untuk mendapatkan sistem pembayaran kompensasi yang adil, dan menjadikan perusahaan menarik, mampu bertahan hidup dan mampu memotivasi karyawannya serta dapat melakukan penghematan biaya. Menurut Gomez-Mejia, et al. (1995), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu menggunakan pendekatan pekerjaan atau jabatan (job-based approaches) dan menggunakan pendekatan keterampilan (skill-based approaches). Pendekatan pekerjaan atau jabatan mengasumsikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan oleh orang yang dibayar untuk jabatan tertentu, sedangkan pendekatan keterampilan mengasumsikan bahwa karyawan tidak dibayar karena jabatan yang disandangnya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.
a.    Pendekatan Praktek Kompensasi
1)   Job Based Pay Approach
Ada tiga komponen kunci untuk mengembangkan rencana kompensasi berdasarkan jabatan. Pertama, mewujudkan keadilan internal melalui evaluasi jabatan; kedua, mewujudkan keadilan eksternal melalui survei pasar; dan ketiga, mencapai keadilan individu (Gomez-Mejia, et al., 1995).
Metode evaluasi jabatan memusatkan diri pada jabatan sebagai unit kepentingan. Beberapa metode mengevaluasi jabatan secara keseluruhan, sedangkan beberapa lainnya menggunakan faktor-faktor yang dapat dikompensasi. Metode evaluasi jabatan yang sudah sangat populer dipakai untuk mengevaluasi posisi eksekutif, manajer dan professional maupun posisi teknik, administrasi dan manufaktur adalah metode Hay Guide Chart-Profile . Secara operasional, sistem ini mengandalkan tiga faktor utama yang bisa dikompensasi, yaitu pemecahan masalah (problem solving), kecakapan (know how) dan pertanggungjawaban (accountability). Menurut metode ini, faktor-faktor yang penting mempunyai nilai tinggi, sedangkan faktor-faktor yang kurang penting mempunyai nilai yang lebih rendah.
Evaluasi jabatan ini hanya untuk internal perusahaan bukan untuk menghitung tingkat upah di pasar atau perusahaan lain. Selain itu evaluasi jabatan ini hanya fokus pada nilai tugas masing-masing jabatan, bukan pada orang yang melaksanakannya (Schuler dan Jackson, 1999; Gomez-Mejia et al., 1995). Untuk mencapai keadilan eksternal, perusahaan harus melakukan survei pasar. Dalam hal ini perusahaan dapat menjalankan sendiri survei tersebut atau membeli dari konsultan. Dari hasil survei ini, perusahaan dapat membuat kebijakan pembayaran kompensasi, apakah akan membayar lebih tinggi, lebih rendah atau mengikuti pasar. Dasar pemikiran untuk membayar  lebih tinggi adalah memaksimalkan kemampuan perusahaan untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dan untuk meminimalkan ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi. Kebijakan untuk membayar lebih rendah dari pasar akan mengakibatkan perusahaan terhalang dalam menarik karyawan-karyawan yang potensial, sedangkan kebijakan yang lazim dijalankan oleh perusahaan adalah mengimbangi persaingan. Meskipun kebijakan ini tidak memberikan keunggulan kompetitif, namun tidak menyebabkan perusahaan menjadi rugi.
2)   Skill Based Pay Approach
Karyawan tidak dibayar untuk jabatan yang disandangnya tetapi lebih pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas. Para akademisi dan konsultan menegaskan bahwa pembayaran kompensasi berdasarkan jabatan dapat dengan mudah disalahgunakan dan sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan pada dewasa ini. Menurut Bridges (1994), Murlis dan Fitt (1991) dalam Schuler dan Jackson (1999), pendekatan-pendekatan kompensasi berdasarkan jabatan yang konvensional: (1) mendukung organisasi hierarkis kaku yang menekan motivasi serta kreativitas karyawan, (2) beranggapan bahwa orang adalah komoditas yang dapat dibentuk untuk “cocok dengan” peran-peran yang telah ditentukan, (3) tidak cocok untuk organisasi yang lebih ramping saat ini, dimana tim-tim kecil dan fleksibel yang terdiri dari orang-orang dengan aneka keterampilan secara ekonomis lebih masuk akal daripada sejumlah individu dengan satu keterampilan, (4) tidak cocok dalam sektor jasa, dimana keberhasilan masa depan terletak pada pengetahuan yang dimiliki pekerja ketimbang jabatan yang diberikan kepada mereka.
Menurut Lawler (1983), alasan digunakannya keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi adalah karena (a) karyawan yang berkemampuan tinggi atau yang mampu mengembangkan keterampilannya dapat menerima kompensasi yang lebih tinggi, walaupun jabatannya tetap. (b) nilai individu akan lebih tersorot daripada nilai pekerjaan yang dilakukannya. Karyawan yang memiliki kemampuan dan keterampilan tentu akan tertarik pada perusahaan yang memberikan kompensasi berdasarkan kemampuan dan keterampilan, sebab pada umumnya karyawan yang mempunyai keterampilan lebih, mengharapkan kompensasi yang lebih banyak pula.

b.    Keadilan Kompensasi
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa karyawan yang mempunyai keterampilan lebih tinggi, akan menuntut kompensasi yang lebih tinggi pula. Namun yang menjadi persoalan adalah kompensasi yang bagaimana yang harus diberikan, sehingga karyawan yang mempunyai keterampilan tinggi merasa lebih dihargai daripada yang mempunyai keterampilan lebih rendah. Konsep keadilan mengacu pada berapa kompensasi yang diyakini karyawan pantas ia dapatkan dalam hubungannya dengan berapa kompensasi yang pantas didapatkan oleh orang lain. Seorang karyawan cenderung menentukan berapa besar kompensasi yang pantas diperolehnya atau yang orang lain peroleh dengan membandingkan antara yang telah mereka berikan kepada perusahaan dan apa yang telah mereka dapatkan dari perusahaan. Jika menurut mereka tukar menukar ini adil atau sebanding, mereka mungkin akan merasa puas. Namun jika mereka menganggapnya tidak adil, mereka mungkin akan merasa tidak puas (Schuler dan Jackson, 1999).
Sedangkan menurut Siagian (1995), mengenai keadilan dapat dinilai dari tiga faktor pembanding, yaitu diri sendiri, sistem yang berlaku dan orang lain. Memang menggunakan diri sendiri sebagai faktor pembanding merupakan cara yang subyektif, karena tujuan, harapan, cita-cita dan persepsi sendiri tentang berbagai jenis kebutuhanlah yang menjadi kriteria. Meskipun demikian, pimpinan perusahaan perlu juga mempertimbangkan persepsi seorang karyawan mengenai dirinya sendiri, karena kemungkinan persepsi karyawan tentang dirinya sendiri mengandung suatu kebenaran juga.
Persepsi tentang keadilan juga dibandingkan dengan sistem pemberian kompensasi yang berlaku, yang dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Pertama, sistem yang berlaku dalam perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Mengenai sistem yang berlaku dalam perusahaan, biasanya karyawan ingin mengetahui apakah sistem pemberian kompensasi yang berlaku sudah didasarkan pada kewajaran, sudah dikaitkan dengan beratnya tanggung jawab, sifat pekerjaan, pendapat pekerja dan kemampuan organisasi yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan kewajaran ialah besarnya kompensasi yang memungkinkan karyawan hidup secara manusiawi sesuai dengan harkat, martabat dan tingkatan masing-masing. Sebagaimana diketahui, bahwa UMR (upah minimum regional) juga disusun berdasarkan pada pertimbangan kewajaran ini, sehingga dengan adanya kompensasi sebesar UMR diharapkan para karyawan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara wajar, tidak berlebih, namun juga tidak kekurangan.
Kedua, sistem yang berlaku pada perusahaan lain yang sejenis. Dengan menggunakan sistem yang berlaku sebagai kerangka acuan, karyawan biasanya juga membandingkan sistem pembayaran kompensasi tempat ia bekerja dengan sistem yang berlaku di perusahaan lain di kawasan yang sama, terutama dengan perusahaan yang menjalankan kegiatan bisnis sejenis. Apabila menurut persepsi karyawan sistem yang berlaku di perusahaan tempat ia bekerja sebanding dengan sistem yang berlaku di perusahaan lain yang sejenis, sangat dimungkinkan karyawan merasa puas; demikian pula apabila yang terjadi sebaliknya.
Ketiga, sistem yang berlaku menurut peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, biasanya pemerintah telah menetapkan standar. Para karyawan menggunakan standar tersebut sebagai pembanding untuk melihat apakah perusahaan tempat mereka bekerja telah melaksanakan ketentuan tersebut, misalnya peraturan mengenai upah minimum regional (UMR).
Selain itu, seorang karyawan juga membandingkan kompensasi yang diterimanya dengan yang diterima karyawan lain. Mereka berpendapat, bahwa secara obyektif seharusnya semua karyawan yang berada pada tingkat yang sama dengan pekerjaan yang sama akan mendapatkan kompensasi yang besarnya sama pula. Apabila ternyata terjadi perbedaan, karena adanya pertimbangan subyektif maupun diskriminatif, maka karyawan akan merasa tidak puas.

2.4.4   Asas-Asas Pemberian Kompensasi
Supaya efektif kompensasi sebaiknya memenuhi hal-hal sbb :
a.    Adil / keadilan ( internal consistency )
Keadilan internal ini dapat dirasakan apabila pembayaran sebanding dengan tarif yang ada dibagian lain atau kompensasi didasarkan pada hasil evaluasi pekerjaan.
b.    Layak / kelayakan ( external consistency )
Layak / Keadilan eksternal ini dapat dirasakan apabila kompensasi yang diberikan didasarkan atas survey gaji. pada perusahaan yang sama tetapi masih berada pada satu industri.
c.    Memenuhi kebutuhan dasar / kebutuhan minimal
Sesuai dengan upah minimum masing-masing daerah/kota.
d.   Keadilan sesama karyawan
Keadilan ini dapat dirasakan karyawan apabila kompensasi didasarkan pada hasil penilaian prestasi.

Menurut Cascio (1995) diantara prinsip-prinsip tersebut di atas yang paling penting adalah adanya keadilan. Keadilan ditempat kerja. termasuk dalam pemberian kompensasi ada dua macam, yaitu keadilan distributive dan keadilan procedural. Keadilan distibutif berusaha untuk menjelaskan bagaimana seseorang bereaksi terhadap jumlah dan bentuk kompensasi yang mereka terima. Dengan kata lain keadilan distributif berkaitan dengan hasil akhirnya. Maka akibamya keadilan distributif lebih mempengaruhi kepuasan terhadap apa yang diberikan.
Sedang keadilan prosedural berkaitan dengan pengujian reaksi seseorang terhadap prosedur yang digunakan untuk menentukan kompensasi. Keadilan procedural ini berkaitan dengan alatnya (Sweeney dan Mcfarlin. 1993), dan lebih mempengaruhi kepuasan terhadap pimpinan dan komitmen organisasi.

2.4.5   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi
Tinggi rendahnya atau besar kecilnya kompensasi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a.    Penawaran dan permintaan tenaga kerja.
b.    Seerikat pekerja
c.    Kemampuan untuk membayar
d.   Produktifitas
e.    Biaya hidup     
f.     Pemerintah.

2.4.6   Proses Penentuan Kompensasi
Supaya dalam pemberian kompensasi itu terasa adil dan layak, maka harus dilalui tahap - tahapnya sebagai berikut :
-       Berdasarkan pada survey gaji atau dengan kata lain survey mengenai jumlah gaji yang diberikan bagi pekerjan yang sebanding di perusahaan lain (untuk menjamin keadilan eksternal )
-       Menentukan nilai tiap pekerjaan dalam perusahaan melalui evaluasi pekerjaan (untuk menjamin keadilan internal)
-       Mengelompokkan pekerjaan yang sama/sejenis kedalam tingkat upah yang sama pula ( untuk menjamin keadilan karyawan ).
-       Menetapkan harga tiap tingkatan gaji dengan menggunakan garis upah
-       Menyesuaikan tingkat upah dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Dari uraian tersebut di atas. diketahui bahwa agar kompensasi terasa adil, maka evaluasi pekerjaan survey gaji dan penilaian prestasi kerja merupakan serangkaian kegiatan yang perlu dilakukan dalam pemberian kompensasi.

2.4.7   Hambatan Dalam Menentukan Kompensasi
Serasional apapun metode yang digunakan dalam menetapkan kompensasi pasti tetap masih menghadapi tantangan-tantangan, antara lain :
1)   Standart gaji yang berlaku umum
Terdapat beberapa jabatan harus dibayar lebih dari yang seharusnya sebab oleh desakan pasar.
2)   Kekuatan dari serikat buruh
Serikat buruh dapat menggunakan kekuatannya untuk memperoleh gaji yang sesuai dengan relative jabatannya.
3)   Produktifitas
Perusahaan harus memperoleh laba agar tetap hidup. Sebaliknya juga pegawai tidak akan digaji lebih daripada kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
4)   Kebijaksanaan gaji dan upah
Beberapa perusahaan memiliki kebijaksanaan yang menyebabkan mereka harus mengadakan penyesuaian terhadap gaji yang telah ditetapkan, hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat turnover atau untuk merekrut pegawai yang baik.
5)   Peraturan pemerintah
Pemerintah turut campur dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan tenaga kerja, seperti penentuan upah minimum regional/kota, upah lembur, pembatasan usia kerja dan pembatasan jam kerja.
6)   Nilai yang sebanding dengan pembayaran yang sama.
Setiap jabatan yang mempunyai nilai yang sama bagi organisasi harus dibayar sama.

Hambatan-hambatan tersebut di atas dapat di atasi dengan, jika :
1.         System penilaian prestasi sesuai dengan kebutuhan organisasi
2.         Faktor-faktor yang dinilai obyektif dan konkrit
3.         Penilaiannya bebas dari bias
4.         Prosedur dan administrasinya seragam
5.         Sistemnya mudah digunakan
6.         Hasil penilaian digunakan dalam pengambilan keputusan-keputusan
7.         Penilai terlatih dan berkualitas
8.         Hasil penilaian didokumentasikan
9.         Sistemnya mencakup monitoring dan evaluasi
10.     Manajemen puncak dengan jelas memberikan dukungannya terhadap sistem.

Dengan demikian dari hasil penilaian nantinya dapat diketahui bahwa keadilan dalam penilaian prestasi selain dapat mempengaruhi kepuasan terhadap penilaian prestasi itu sendiri juga dapat memberikan kepuasan terhadap gaji dan promosi, karena kenaikan.

2.5.  Teori Jaminan Pensiun
Jaminan pensiun adalah sebuah program pembayaran dalam skala jangka panjang yang kemudian jadikan sebagai substitusi dari penurunan atau hilangnya sebuah penghasilan karena orang tersebut sudah mencapai usia tua/pensiun, mengalami kecacatan total permanen ataupun meninggal dunia.
Secara teori, pensiun tidak sama dengan pesangon. Pensiun adalah pembayaran manfaat tunai secara regular kepada pekerja yang telah pensiun sampai meninggal dunia kemudian manfaat tsb beralih ke ahli waris dalam hal ini janda / duda dan anak, sedangkan skema pesangon merupakan salah satu bentuk penghargaan dalam bentuk tunai yang dibayarkan sekaligus. Dana pensiun adalah kumpulan dana peserta atau badan hukum yang memberikan manfaat hari tua kepada yang berhak, yaitu pekerja yang mencapai usia pensiun dengan tidak bekerja lagi.
Pendirian dana pensiun oleh pemberi kerja disebut sebagai pensiun pemberi-kerja (employer’s pension funds or private pension). Dana pensiun bisa juga diselenggarakan oleh Pemerintah untuk proteksi Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Federal/Kerajaan dan Personil Militer serta Anggota Kepolisian baik di tingkat nasional, federasi maupun Negara bagian. Program pensiun semacam ini biasanya disebut pensiun eksklusif. Program pensiun adalah metoda transfer sebagian dari penghasilan para pekerja dalam bentuk iuran pensiun yang kemudian diserahkan kepada BPJS untuk pembiayaan penghasilan hari tua pekerja. Ada 2 tipe pensiun, yaitu pensiun manfaat pasti (defined benefit pension) dan pensiun iuran pasti (defined contribution pension).
Jaminan pensiun adalah salah program pensiunan yang diadakan dan didanai oleh para pemberi kerja dan karyawan. Adapun macam-macamnya adalah sebagai berikut:
a.    Program pensiun yang didanai bersama adalah program pensiun dimana uang untuk tunjangan pensiun dibayar baik oleh karyawan maupun pemberi kerja
b.    Program pensiun yang didanai oleh pemberi kerja: program pensiun dimana semua dana untuk tunjangan pensiun disediakan oleh pemberi kerja
c.    Vesting: hak dari karyawan untuk memperoleh tunjangan dari program pensiun mereka
d.   Portabilitas: fitur program pensiun yang memungkinkan karyawan untuk memindahkan tunjangan pensiun mereka dari satu pemberi kerja ke pemberi kerja lainnya

2.5.1   Karakteristik Jaminan Pensiun
Karakteristik Program Jaminan Pensiun adalah sebagai berikut:
a.   Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib dan manfaat pasti.
§  Asuransi sosial Prinsip tabungan wajib diberlakukan dengan pertimbangan untuk memberi kesempatan kepada pekerja yang tidak memenuhi batas minimal jangka waktu pembayaran iuran saat memasuki masa pensiun. Pekerja ini mendapatkan uang tunai sebesar akumulasi iuran dan hasil pengembangannya saat berhenti bekerja.
§  Manfaat pasti adalah terdapat batas minimum dan maksimum manfaat yang akan diterima Peserta.Tujuan penyelenggaraan adalah untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak saat Peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
b.  Tujuan penyelenggaraan adalah untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki uisa pensiun atau mengalami cacat total tetap (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 39 ayat 2)
c.    Kepesertaan Perorangan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 40)
d.   Manfaat berupa uang tunai dibayarkan setiap bulan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 1)



2.5.2   Kelembagaan Jaminan Pensiun
Program Jaminan Pensiun diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial yang dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004). Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 di bentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan). BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, Jaminan Pensiun, dan jaminan hari tua.
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program jaminan sosial, BPJS bekerja sama dengan lembaga pemerintah, organisasi atau lembaga lain di dalam negeri atau di luar negeri. Hubungan antar lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tata cara hubungan antar lembaga tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2.5.3   Mekanisme Penyelenggaraan Jaminan Pensiun
a.    Kepesertaan
Peserta Jaminan Pensiun adalah pekerja yang terdaftar dan telah membayar iuran (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 40 ). Peserta terdiri atas:
·      Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja penyelenggara negara; dan
·      Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
·      Kepesertaan berlaku sejak Pekerja terdaftar dan iuran pertama telah dibayarkan dan disetor oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Kepesertaan berakhir pada saat Peserta meninggal dunia atau mencapai usia pensiun dan menerima akumulasi iuran beserta hasil pengembangannya sekaligus. Selain itu, pemberi kerja juga dapat mengikuti Program Jaminan Pensiun sesuai dengan penahapan kepesertaan. Pekerja yang didaftarkan oleh pemberi kerja mempunyai usia paling banyak 1 (satu) bulan sebelum memasuki usia pensiun. Usia pensiun untuk pertama kali ditetapkan 56 tahun dan mulai 1 Januari 2019, usia pensiun menjadi 57 tahun dan selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 tahun.
Dalam hal pemberi kerja nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan Pekerjanya, Pekerja dapat langsung mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan.Dalam hal peserta pindah tempat kerja, Peserta wajib memberitahukan kepesertaannya kepada Pemberi Kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya Pemberi Kerja tempat kerja baru meneruskan kepesertaan pekerja.

b.    Pendaftaran
1)   Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara
Pemberi Kerja wajib mendaftarkan seluruh Pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagai Peserta sesuai penahapan kepesertaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pekerja yang baru wajib didaftarkan paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal pekerja mulai bekerja. Pemberi Kerja wajib memungut dan menyetor Iuran yang menjadi kewajibannya dan membayar Iuran yang menjadi kewajibannya.
Setelah Pemberi Kerja melaksanakan kewajibannya tersebut, BPJS Ketenagakerjaan wajib:
§  Menerbitkan nomor kepesertaan bagi Pekerja paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Iuran pertama dibayar lunas. Apabila BPJS Ketenagakerjaan tidak menerbitkan nomor kepesertaan, maka bukti pembayaran Iuran digunakan sebagai bukti kepesertaan.
§  Memberikan kartu kepesertaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal nomor kepesertaan diterbitkan.
§  Menerbitkan sertifikat kepesertaan bagi Pemberi Kerja yang telah mendaftarkan seluruh Pekerjanya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.

c.    Iuran
Iuran Jaminan Pensiun sebesar 3% dari upah per bulan wajib dibayarkan setiap bulan. Besar iuran tersebut ditanggung bersama antara pekerja dan Pemberi Kerja selain penyelenggara negara. Pekerja menanggung 1% dari upah, sedang Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebesar 2%. Besaran Iuran tersebut dilakukan evaluasi paling singkat 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian kenaikan besaran Iuran secara bertahap menuju 8% (delapan persen) dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria.
Upah setiap bulan yang dijadikan dasar perhitungan iuran adalah upah pokok dan tunjangan tetap pada bulan yang bersangkutan dengan batas paling tinggi dasar perhitungan iuran pada tahun 2015 sebesar Rp. 7.000.000,-. Dasar perhitungan iuran tersebut akan disesuaikan setiap tahun dengan menggunakan faktor pengali sebesar 1 (satu) ditambah tingkat pertumbuhan tahunan produk domestik bruto tahun sebelumnya.

2.5.4   Manfaat Jaminan Pensiun
Manfaat berupa uang tunai dibayarkan setiap bulan.  Penerima manfaat adalah:
1)     Manfaat Pensiun Hari Tua (MPHT), yaitu berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (yang memenuhi masa iuran minimum 15 tahun yang setara dengan 180 bulan) saat memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal duni.
2)    Manfaat Pensiun Cacat (MPC), yaitu berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (kejadian yang menyebabkan cacat total tetap terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi peserta dan density rate minimal 80%) yang mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan tidak dapat bekerja kembali atau akibat penyakit sampai meninggal dunia. Manfaat pensiun cacat ini diberikan sampai dengan meninggal dunia atau peserta bekerja kembali.
3)      Manfaat Pensiun Janda/Duda (MPJD), yaitu berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada janda/duda yang menjadi ahli waris (terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan) sampai dengan meninggal dunia atau menikah lagi, dengan kondisi peserta: (a) meninggal dunia bila masa iur kurang dari 15 tahun, dimana masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan memenuhi minimal 1 tahun kepesertaan dan density rate 80% atau; (b) meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT.
4)    Manfaat Pensiun Anak (MPA), yaitu berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada anak yang menjadi ahli waris peserta (maksimal 2 orang anak yang didaftarkan pada program pensiun) sampai dengan usia anak mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, atau bekerja, atau menikah dengan kondisi peserta: (a) meninggal dunia sebelum masa usia pensiun bila masa iur kurang dari 15 tahun, masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate 80% dan tidak memiliki ahli waris janda/duda atau; (b) meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT dan tidak memiliki ahli waris janda/duda atau; (c) Janda/duda yang memperoleh manfaat pensiun MPHT meninggal dunia.
5)       Manfaat Pensiun Orang Tua (MPOT), yaitu manfaat yang diberikan kepada orang tua (bapak / ibu) yang menjadi ahli waris peserta lajang, bila masa iur peserta lajang kurang dari 15 tahun, masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan memenuhi minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate 80%.
6)    Manfaat Lumpsum, yaitu peserta tidak berhak atas manfaat pensiun bulanan, akan tetapi berhak mendapatkan manfaat berupa akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya apabila: (a) Peserta memasuki Usia Pensiun dan tidak memenuhi masa iur minimum 15 tahun; (b) Mengalami cacat total tetap dan tidak memenuhi kejadian cacat setelah minimal 1 bulan menjadi peserta dan minimal density rate 80%; (c) Peserta meninggal dunia dan tidak memenuhi masa kepesertaan minimal 1 tahun menjadi peserta dan minimal density rate 80%.
7)     Manfaat Pensiun diberikan berupa manfaat pasti yang ditetapkan sebagai berikut: (a) Untuk 1 (satu) tahun pertama, Manfaat Pensiun dihitung berdasarkan formula Manfaat Pensiun; dan (b) Untuk setiap 1 (satu) tahun selanjutnya, Manfaat Pensiun dihitung sebesar Manfaat Pensiun dihitung sebesar Manfaat Pensiun tahun sebelumnya dikali faktor indeksasi.
8)    Formula Manfaat Pensiun adalah 1% (satu persen) dikali Masa iur dibagi 12 (dua belas) bulan dikali rata-rata upah tahunan tertimbang selama Masa Iur dibagi 12 (dua belas).
9)  Pembayaran Manfaat Pensiun dibayarkan untuk pertama kali setelah dokumen pendukung secara lengkap dan pembayaran Manfaat Pensiun bulan berikutnya setiap tanggal 1 bulan berjalan dan apabila tanggal 1 jatuh pada hari libur, pembayaran dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
10) Dalam hal peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan diperkerjakan, Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun pada saat mencapai Usia Pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.
11) Penerima manfaat pensiun adalah peserta atau ahli waris peserta yang berhak menerima manfaat pensiun.

­
2.6.  Teori Pemberhentian Kerja
Pemberhentian adalah fungsi operasional terakhir dari manajemen sumber daya manusia. Istilah pemberhentian ini identik dengan separation, pemisahan, atau pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan dari suatu orgaruisasi perusahaan.
Pemberhentian adalah pernutusan hubungan kerja seseorang (karyawan) dengan suatu organisasi perusahaan. Dengan pernberhentian berarti berakhir keterikatan kerja karyawan dengan perusahaan. Menurut Pen.Menaker No. Per 03/Men/ 1996 pasal 1 ayat d, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan izin Panitia daerah atau Panitia Pusat. Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran (massal) adalah pemutusan hubungan kerja terhadap 10 (sepuluh) orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besarbesaran.
Dalam kaitannya dengan perselisihan antara karyawan dan perusahaan, pemberhentian (termination) sebenarnya merupakan hukuman yang paling keras kepada seorang karyawan. (Simamora, 1997). Oleh karenanya pemberhentian dalam arti terminasi harus dipertimbangkan secara hati-hati, karena akan membawa dampak yang sangat besar. Pemberhentian dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 12 th. 1964 KUHP dan seizin P4D dan P4P terutama mengenai tenggang waktu saat dan izin pemberhentian. Menurut UU No. 12 tahun 1b64 KUHP, pemberhentian didasarkan atas perikemanusiaan dan menghargai pengabdian yang diberikan kepada perusahaan.
2.6.1   Alasan Dilaksanakannya Pemberhentian
a.    Berhenti karena Undang-undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang karyawan harus diberhentikan dari suatu organisasi perusahaan. Misalnya karyawan anak-anak, karyawan WNA, karyawan yang terlibat organisasi terlarang.
b.    Berhenti Karena Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawannya baik secara terhormat maupun tidak terhormat. Pemberhentian semacam ini telah diatur oleh Undang-undang No. 12 tahun 1964, seizin P4D, P4P, serta tergantung status kepegawaian karyawan yang bersangkutan.

Alasan perusahaan memberhentikan karyawan antara lain, karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya; perilaku dan kedisiplinannya kurang baik; melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan; tidak dapat bekerja sama; konflik dengan karyawan lain serta melakukan tindakan amoral. Konsekuensinya perusahaan harus memberikan uang pesangon dan uang jasa kepada karyawan dengan status pegawai tetap yang besarnya disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. Sedangkan bagi karyawan dalam masa percobaan dan kontrak tanpa uang pesangon.
Dalam memberhentikan karyawan manajer harus melakukan berbagai hal seperti:
1)   Mendaftar kekurangan kinerja secara jelas
2)   Menunjukkan alasan yang menyebabkan dilakukan pemecatan
3)   Bersikap sensitif terhadap pribadi karyawan
4)   Bila dimungkinkan menawarkan pensiun dini
5)   Memberi kesempatan agar karyawan dapat tetap bekerja
Proses pemberhentian karena keinginan perusahaan ini dilakukan melalui beberapa tingkatan yaitu:
1)   Perundingan antara karyawan dengan pimpinan perusahaan
2)   Perundingan antara pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
3)   Perundingan P4D dengan pimpinan perusahaan
4)   Perundingan P4P dengann pimpinan perusahaan
5)   Keputusan Pengadilan Negeri.

c.    Berhenti karena keinginan karyawan
Karyawan yang ingin berhenti mengajukan permohonan untuk berhenti dari perusahaan tersebut. Permohonan ini disertai alasan dan saat kapan akan berhenti. Hal ini perlu dilakukan agar perusahaan dapat mencari pengganti, agar kegiatan perusahaan tidak terganggu. Alasan pengunduran diri ini antara lain: pindah ke tempat lain (alasan keluarga), kesehatan kurang baik, melanjutkan pendidikan, berwiraswasta. Kalau banyak karyawan yang berhenti karena keinginannya hendaknya manajer lebih perhatian untuk mencari sebab-sebab yang sebenarnya, sehingga turn over dapat dicegah. Bila berhenti atas permintaan sendiri maka uang pesangon hanya diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan saja, sebab

d.   Pensiun
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan, karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik karena kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan. Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Misalnya usia 55 tahun dan minimun memiliki masa kerja 15 tahun. Keinginan karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan. Bagi karyawan yang pensiun mendapat uang pensiun yang besarnya diatur oleh UU atau peraturan yang dibuat oleh perusahaan. Pembayaran uang pensiun sebenarnya merupakan pengakuan, penghargaan atas pengabdian seseorang kepada organisasi dan memberikan sumber penghidupan bagi masa usia lanjutnya

e.    Kontrak Kerja berakhir, Kesehatan karyawan, dan meninggal dunia.
Karyawan kontrak akan diberhentikan bila masa kontrak telah berakhir. Pemberhentian atas dasar berakhirnya kontrak ini tidak menimbulkan konsekuensi, karena telah diatur dalam perjanjian kontrak. Kesehatan karyawan juga dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan. Inisiatif pernberhentian ini dapat berasal dari kedua belah pihak. Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada.

f.     Perusahaan Dilikuidasi
Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, sedang karyawan yang dilepas harus mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah.


2.6.2   Memberhentikan sementara
Siklus perusahaan sering kali naik dan turun. Pada saat permintaan banyak perusahaan banyak memerlukan tenaga kerja untuk memenuhi permintaan tersebut, tetapi manakala permintaan turun, tidak ada pilihan lain kecuali memberhentikan sementara atau merumahkan karyawannya. Meskipun di rumahkan tidaklah  sama dengan dipecat (fired), namun keduanya mempunyai efek yang sama yaitu menyebabkan karyawan menganggur. Di rumahkan dapat menjadi lebih buruk secara psikologis daripada diberhentikan. Dengan diberhentikan hubungan dengan perusahaan diputus dan mantan karyawan tidak mempunyai pilihan lain kecuali mencari pekerjaan lain. Sedangkan hal ini tidak terjadi manakala karyawan di rumahkan karena karyawan memiliki hubungan dengan perusahaan.
Banyak karyawan yang di rumahkan tidak tahu pasti kapan yang bersangkutan akan ditarik atau dipanggil kembali. Bersamaan dengan itu sumber daya finansial karyawan berkurang, yang semakin lama menyebabkan semakin frustasi karyawan tersebut. Untuk itulah maka setiap karyawan yang akan diterima wajib diberitahu sistem yang dilakukan oleh perusahaan termasuk bila karyawan terpaksa di rumahkan. Prosedur layoff ini biasanya dinyatakan secara jelas dalam perjanjian kerja manajemen karyawan. Prosedur menarik kembali (recalling) karyawan yang di rumahkan biasanya harus dinyatakan secara jelas pula dalam perjanjian manajemen karyawan.

2.6.3   Proses Pemberhentian
Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada, agar tidak menimbulkan masalah. Seyogyanya pemberhentian dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya sehingga tetap terjalin hubungan informal yang baik antara perusahaan dengan mantan karyawan tersebut. Hal di alas pada dasarnya menjadi keinginan kedua belah pihak, tetapi tidak dapat diingkari sering kali terjadi pemberhentian yang berdasarkan pemecatan, akibat terjadinya konflik yang tidak dapat diatasi lagi. Proses pemecatan harus melalui prosedur sebagai berikut:
a.    Musyawarah karyawan dengan pimpinan
b.    Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
c.    Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan P4D
d.   Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan P4P
e.    Pemutusan berdasarkan keputusan pengadilan negeri

REFERENSI
Stephen Robbins (2000), Human Resource Management, 8 th edition, Upper Sadole River NJ, Prentice Hall
Siagian Sondang P, 1998, MSDM, Bumi Aksara, Jakarta
Robbin SP, Colter Marry, 1999, Manajemen, Prenhallindo,Jakarta.
Hasibuan Malayu, 1997, MSDM, Gunung Agung, Jakarta.
Marnis, Priyono (2008), Manajemen Sumber Daya Manusia, Zifatama Publisher, Surabaya.
Simamora, Henry.,Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Penerbitan






BAB III
PEMBAHASAN

POLA KARIR
Pola Karier seyogyanya sangat berhubungan erat dengan pengembangan Karier. Isi Pasal 71 Ayat 1 dan 2 UU ASN  yang membahas tentang pola karier menunjukkan tentang pentingnya disusun sebuah pola karier yang terintegrasi dan bersifat nasional (Pasal 1) dan penyusunan tersebut dilaksanakan oleh masing-masing instansi pemerintah (2). Ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa pola karier meskipun disusun oleh masing-masing instansi baik pemerintah pusat (kementerian, non kementerian dan lembaga negara lainnya) pemerintah provinsi dan Kabupaten/kota, akan tetapi harus terintegrasi secara nasional. Jika Pengembangan karier menunjuk pada pegawai, yakni upaya meningkatkan karier pegawai, maka pola karier adalah cetak biru atau pedoman terhadap kemungkinan jenjang karier yang akan dilalui oleh seorang pegawai.
Pola karier ini juga selain berfungsi untuk sebagai pedoman penjenganjang karir pegawai berfungsi juga sebagai alat memotovasi pegawai dalam bekerja. Pola karir yang baik akan memberikan kepastian kepada pegawai tentang pelaksanaan tugasnya yang akan menentukan masa depannya dalam organisasi. Kepastian seperti promosi dalam jabatan, sanksi terhadap pelanggaran sebagai akibat dari pekerjaanya akan memacu pegawai untuk senantiasa bekerja secara maksimal. Oleh karena itu pola karir yang jelas sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang akan berujung kepada kinerja pemerintah secara keseluruhan.
Pola karier ini meskipun belum dijelaskan dalam Undang-Undang ini, di dalamnya harus mencakup pembagian jabatan berdasarkan kompetensi, karakteristik, mekanisme dan pola kerja sebagaimana ketentuan pasal 68, persyaratan untuk mendudukinya berdasarkan kualifikasi, kompetensi, Moralitas dan integritas pegawai serta kebutuhan instansi sebagaimana ketentuan pasal 69, Alur promosi, mutasi dan demosi pegawai yang pasti serta rewards dan punishment yang konsisten bagi pegawai.
Selain berkenaan dengan jabatan pola karier juga harus mencakup tentang kemungkinan peningkatan dan penurunan pangkat baik reguler, pilihan maupun istimewa yang dilaksanakan secara terukur dan dengan indikator yang jelas dan disepakati bersama oleh pegawai. Pola karier ini harus disusun secara transparan dan diketahui oleh khalayak umum terutama para pegawai. Sehingga setiap pegawai memahami konsekuensi dari setiap pelaksanaan pekerjaan terhadap karier organisasinya di masa yang akan datang. Lebih lanjut dari itu semua pedoman pola karier yang telah disusun tersebut harus dilaksanakan secara konsisten dan ditegakkan setegak-tegaknya.
Berkenaan dengan Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) yang ada berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tidak sedikitpun pasal yang membahasnya. Penulis belum bisa menarik kesimpulan karena tidak adanya ketentuan yang secara jelas membubarkan atau menetapkan keberadaan organisasi ini. Hal tersebut kemungkinan akan lebih jelas dijabarkan dalam peraturan pelaksana karena dalam undang-undang sebelumnya tersebut Baperjakat dibentuk berdasarkan PP Nomor 100 Tahun 2002. Tapi jika kita mengambil kesimpulan sementara maka Fungsi Baperjakat ini telah diambil alih oleh tim penilai kinerja pegawai yang dibentuk oleh pejabat berwenang.
Pola Karir yang terdapat di Diskominfo Kota Serang, sejauh ini sudah sesuai dengan tuposi dan keahlian dari pegawainya itu sendiri. Pegawai ditempatkan sesuai dengan yang seharusnya di kuasai jadi sudah tidak ada lagi yang namanya pegawai yang tidak kompeten yang disebabkan oleh salah penempatan. Dikarenakan Pola karir yang ada di Diskominfo Kota Serang sudah berjalan baik, maka diskominfo Kota Serang dalam pelaksanaanya sudah menganut dan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pusat, sekalipun memang dalam prosesnya muncul beberapa hambatan. Namun hambatan tersebut tidaklah berdampak serius pada Diskominfo Kota Serang itu sendiri.

PROMOSI
Promosi sesungguhnya sangat terkait erat dengan jabatan, pengembangan karier dan pola karier sehingga pembahasannyapun saya kira telah secara komprehensif tersampaikan pada pembahasan di atas. Mungkin yang dapat ditambahkan disini adalah berkenaan dengan amanat dibentuknya Tim Penilai Kinerja PNS, yang bertugas memberikan pertimbangan terhadap usulan penempatan pegawai dalam sebuah jabatan promosi. Tim Penilai ini dibentuk oleh Pejabat Berwenang. Pejabat berwenang adalah Sekretaris Daerah di lingkungan Pemerintah daerah dan untuk instansi pemerintah lainnya silahkan lihat artikel saya sebelumnya tentang Substansi UU ASN (1).
Sistem promosi jabatan yang terdapat disikominfo ada  arah yakni dari dalam keluar dan dari luar kedalam. Dari arah dalam keluar ialah ketika seorang pegawai dipromosikan karena dilihat atau disesuaikan dengan kemampuannya ada juga yang dilakukan karena adanya kekurangan pegawai di instansi/bagian lain sehingga memicu untuk pegawai tersebut dipindahkan. Selain itu juga, promosi jabatan di diskominfo kota serang bisa dilatarbelakangi oleh faktor kedekatan antara pegawai dengan atasan, hal tersebut tentunya tidak bisa dihindari. Karena memang pada prakteknya masih berlaku hal seperti itu. Sadangkan untuk arah promosi jabatan dari luar kedalam yakni, karena di diskominfo itu sendiri kekurangan anggota/pegawai yang sesuai dengan keahliannya, sehingga bisa menarik pegawai dari instansi lain yang memang sesuai dengan tupoksi serta keahliannya. Dilihat juga dari kecakapan serta sistem administrasi yang dimiliki pegawainya sehingga layak untuk mendapatkan promosi jabatan tersebut.

MUTASI
Mutasi adalah penempatan kerja karyawan, ketentuannya tertuang dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):
1)   Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
2)   Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
3)   Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Mengenai mutasi PNS diatur dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
(1)   Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Indonesia di luar negeri.
(2)   Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(3) Mutasi PNS antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN).
(4)   Mutasi PNS antar kabupaten/kota antarprovinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN.
(5)    Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN.
(6)     Mutasi PNS antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh kepala BKN.
(7)     Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
(8)     Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk Instansi Daerah.

Hal serupa juga telah diterapkan di dinas komunikasi dan informasi Kota Serang yang tentunya dalam pelaksanaanmya sudah mengacu pada keduan Undang-Undang tersebut diatas.Ketika ada pegawai Diskominfo Kota Serang yang ingin melakukan pindahan/mutasi atau dipindahkan maka hal tersebut dilakukan sesuai dengan aturan yang memang sudah diberlakukan sebelumnya dan disertakan dengan pemenuhan beberapa syarat. Namun ketika pegawai tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka mutasi//pemindahan kerja tersebut tidaklah bisa dilakukan.

PENILAIAN KERJA
Penilaian kerja yang ada di diskominfo kota serang dilakukan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT).  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, bahwa Baperjakat terdiri dari:
2.    Baperjakat Instansi Pusat.
3.    Baperjakat Instansi Daerah Provinsi.
4.    Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten atau Kota.

Pembentukan Baperjakat sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan oleh:
1.    Pejabat pembina kepegawaian pusat untuk instansi pusat.
2.    Pejabat pembina kepegawaian daerah Provinsi untuk instansi daerah provinsi.
3.    Pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten atau kota untuk instansi daerah kabupaten atau kota.

Tugas pokok Baperjakat adalah memberikan pertimbangan kepada pejabat pembina kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah. Kemudian, Baperjakat bertugas memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang dalam pemberian kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun PNS yang menduduki jabatan struktural Eselon I dan Eselon II.
 Seperti halnya dinas-dinas lain, di Diskominfo juga yang berwenang serta bertanggung jawab dalam  hal penilaian kerja para pegawainya ialah Baperjakat. Baperjakat yang bertugas di Diskominfo Kota Serang adalah Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota.  Baperjakat inilah yang nantinya bertugas untuk menilai kinerja pegawai Diskominfo Kota Serang agar nantinya bisa melakukan penetuan dalam hal pengangkatan, pemindahan bahkan pemberhentian pegawai ketika memang pegawai tersebut tidak berkompeten atau tidak menjalankan tugas dan kewenangannya.

PENGGAJIAN DAN TUNJANGAN
Baru-baru ini Pemerintah tengah menyiapkan sistem penggajian baru untuk pegawai negeri sipil (PNS). Sistem baru itu berbasis pada beban kerja. Gaji seorang aparat pemerintah akan diberikan berdasarkan tanggung jawab dan risiko kerja. Begitu juga yang diberlakukan di Diskominfo Kota Serang, sistem penggajian disana dilakukan sesuai dengan beban kerja pegawai Diskominfo Kota Serang.
Berdasarkan pada hasil wawancara, diindentifikasi bahwa sistem penggajian yang ada di diskominfo kota serang selama ini belum mengedepankan aspek kompetensi sehingga tidak memadai untuk memberikan motivasi bagi pegawainya dalam meningkatkan kinerjanya. Untuk itu perlu dikembangkan sistem penggajian yang lebih menitikberatkan pada aspek kompetensi pegawai terkini dan potensial berkaitan dengan kapasitas kognitif dan memberi nilai tinggi pada pekerjaan. Seperti yang telah termaktub dalam  Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian bahwa sistem penggajian pegawai negeri adalah berdasarkan merit yaitu setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesusai beban pekerjaan  dan tanggungjawabnya.
Harapan dimasa mendatangnya ialah kenaikan gaji akan didasarkan pada bobot tanggung jawab atau jabatan masing-masing, bukan golongan kepangkatan. Untuk itu, dalam hal mendapatkan peningkatan gaji, tiap-tiap daerah harus memenuhi beberapa persyaratan. Misalnya, job description yang jelas dari masing-masing PNS harus dipenuhi agar bisa mendapatkan besaran gaji yang sesuai. 
Di diskominfo Kota Serang, Ada tiga unsur penilaian agar pegawai dapat menerima tunjangan kinerja yaitu berdasarkan absensi elektronik atau kehadiran, kinerja atau capaian kerja, dan disiplin pegawai. tunjangan kinerja pegawai adalah tunjangan yang diberikan kepada pegawai berdasarkan capaian kinerja dari masing-masing pegawai. Pegawai itu akan menerima tunjangan full apabila tugasnya dapat diselesaikan secara menyeluruh. Kalau pekerjaannya dilaksanakan tidak secara menyeluruh tentunya tunjangan kinerja yang didapatkannya akan fluktuatif. Bisa turun, bisa naik. Jadi, tunjangan kinerja itu tidak semata-mata diberikan bulat setiap bulannya, namun ada itung-itungannya. Oleh karena itu, prinsip yang harus dipahami bersama adalah tunjangan kinerja itu setiap bulan, bisa naik, bisa turun, jelasnya seraya menambahkan naiknya tunjangan kinerja itu, tidak akan melebihi plafon dan bisa turun sesuai kinerja yang dilakukan oleh pegawai.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar