Kamis, 03 Januari 2019

E Government: E-Democracy, E-Petition & E-Voting


E-Democracy
E-Government berfokus pada aspek yang berhubungan dengan kerjasama antara sektor publik dan warga negara, dan di antara warga negara, serta dukungan untuk kerjasama dengan informasi modern dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tahap Inisiatif E-Government  menurut Washtenaw County membagi berbagai inisiatif e-Government yang ada menjadi tiga tahapan besar, salah satunya ialah E-Democracy. E-demokrasi adalah penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk memfasilitasi dan meningkatkan struktur dan proses demokrasi. E-demokrasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan struktur dan proses sistem demokrasi suatu negara melalui media elektronik.
Kesadaran masyarakat dan keinginan akan demokrasi elektronik (E-Democracy) telah ada selama bertahun-tahun. Pada tahap e-Democracy, terjadi suatu lingkungan yang kondusif bagi pemerintah, wakil rakyat, partai politik, dan konstituennya untuk saling berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkoopreasi melalui sejumlah proses interaksi melalui media internet. Dalam kaitan ini, masyarakat dapat menyampaikan penilaian dan pandangannya terhadap kinerja pemerintah dan menyampaikan pendapatnya secara bebas kepada para wakil rakyat secara online dengan menggunakan fasilitas semacam e-mail, mailing list, discussion/forum, chatting, dan polling. Arah perkembangan akhirnya adalah bagaimana membangun sistem pemilihan umum yang dapat dilakukan secara online. Dengan adanya komunikasi politik yang intensif dan terbuka ini, maka diharapkan akan dapat membantu mempromosikan proses demokrasi di negara yang bersangkutan. Ketiga fase ini perlu dijalankan prosesnya satu per satu secara sekuensial karena memang satu fase merupakan landasan bagi pengembangan fase berikutnya. Fase terberat tentu saja adalah fase ketiga, dimana dibutuhkan tidak hanya infrastruktur teknologi informasi yang kuat, tetapi juga dibutuhkan perubahan kultur yang besar di masyarakat (suprastruktur).

E-Voting
E-Voting (Electronic Voting) sendiri merupakan sebuah perwujudan dari E-Democracy. E-Voting adalah proses pemilihan umum yang memungkinkan pemilih untuk mencatatkan pilihannya yang bersifat rahasia secara elektronik yang teramankan. Saat ini E-voting sudah menjadi topik bahasan di tingkat nasional. Indonesia sendiri sedang menggalakkan E-KTP yang tujuannya adalah untuk memaksimalkan layanan pemerintah kepada masyarakat. E-KTP dapat juga diintegrasikan dengan konsep E-Voting atau E-Democracy dan salah satu tujuan untuk memenuhi visi E-Governance adalah kebutuhan untuk berkolaborasi dan mengintegrasikan informasi di berbagai departemen, masyarakat dan pemerintah. Pada saat ini E-KTP yang sedang dikembangkan adalah suatu cara komunikasi elektronik yang memungkinkan untuk mengotentikasi pemilih pada tingkat keamanan yang maksimum, memungkinkan untuk memberikan tanda tangan digital dan tidak membutuhkan kartu pemilih, dan sudah barang tentu pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk mencetak kartu pemilih bagi masyarakat indonesia. Dan dengan menggunakan KTP Elektronik, satu orang hanya bisa satu kali dalam memilih karena data dan detail mengenai orang itu telah terekam di database yang terintegrasi di seluruh negeri (Canard, 2001).

Konsep Umum E-Voting
Konsep E-Voting memiliki alur dan logika yang sama seperti konsep pemilihan umum konvensional yaitu:
1.          Pemilih mendaftarkan dirinya untuk melakukan pemilihan pada komisi pemungutan suara.
2.          Pemilih mengisi surat suara dan meletakkannya ke dalam kotak suara.
3.      Kertas suara dimasukkan ke dalam kotak suara sesuai dengan spesifikasinya.
4.      Penghitungan suara dan verifikasi.

Dengan menggunakan E-KTP, maka sistem verifikasi pemilihan dapat dilakukan dengan cara:
1.           Pemilih mendaftarkan diri ke TPS dengan cara menunjukkan E-KTP.
2.        Petugas men-verifikasi data pemilih sesuai dengan identitas yang terdapat pada E-KTP dengan mencocokkan sidik jari atau dengan sensor retina mata
3.        Data pemilih masuk ke dalam sistem basis data dan setelah itu masuk ke dalam bilik suara dan melakukan voting/pemilihan

Pada tahun 2009 indonesia sudah menerapkan e-voting di Dusun Samblong Desa Yeh Sumbul Kecamatan Mendoyo Jembrana, Bali. Sekalipun memang E-Voting di Jembrana  baru sebatas digunakan untuk pemilihan kelihan dinas, namun melihat efisiensi dan efektifitasnya, E-Voting diharapkan bisa digunakan untuk Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bahkan untuk Pemilihan Presiden (Pilpres). Dan e-voting yang dilakukan di Kabupaten Jembrana, Bali telah sukses melaksanakan pemilihan umum dengan sistem elektronik (e-voting) untuk 54 kepala dusun di 3. E-voting dapat diselenggarakan dengan catatan yaitu terpenuhinya syarat kumulatif. Yakni tidak melanggar 5 asas pemilu, luber dan jurdil. Selain itu daerah yang menerapkan harus siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia, perangkat lunak serta masyarakatnya siap.

E-Petition
   E-Petition atau Petisi online merupakan bagian dari E-democracy. Petisi online merupakan aktivitas online yang menarik volume partisipasi warga negara (Chadwick dalam Panagiotopoulos dan Al-Debei, 2010:3). Partisipasi warga negara ini bisa berupa partisipasi sosial dan politik. Petisi biasanya mencakup isu yang luas, mulai dari pengaduan individu hingga permintaan untuk mengubah kebijakan publik (Lindner dan Riehm, 2011:4). Petisi online meningkatkan proses demokrasi, menghubungkan warga negara dengan pemerintah, dan memfasilitasi keterlibatan warga negara (Panagiotopoulos dan Al-Debei, 2010:3). Kemampuan petisi online untuk memfasilitasi permintaan perubahan kebijakan publik dan menghubungkan masyarakat dengan pembuat kebijakan menunjukkan bahwa petisi online bisa dimanfaatkan sebagai alat advokasi kebijakan.
Change.org merupakan platform petisi online yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi mereka. Platform petisi online ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menciptakan perubahan. Masyarakat dapat mengajukan petisi untuk suatu perubahan dengan menggalang dukungan melalui penandatanganan petisi secara virtual. Setiap tanda tangan pendukung secara otomatis mengirimkan email yang berisi petisi kepada target yang dituju yaitu pembuat kebijakan. Melalui email yang dikirimkan secara otomatis ini, masyarakat menjadi lebih terhubung dengan lembaga pemerintah dan korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan.
Platform petisi online Change.org menjadi saluran penghubung antara masyarakat dengan pembuat kebijakan. Melalui saluran ini, masyarakat dapat menyampaikan protes dan kritik terhadap kinerja pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam permasalahan publik lebih difasilitasi dengan adanya platform petisi online. Platform petisi online menyederhanakan bentuk petisi tradisional, sehingga masyarakat semakin mudah mengajukan petisi untuk menggalang dukungan tanpa perlu menghabiskan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
     Platform petisi online Change.org telah berkontribusi terhadap perubahan baik dalam skala global maupun dalam skala lokal yaitu di Indonesia. Perubahan yang terjadi menunjukkan bahwa platform petisi online Change.org Indonesia telah berperan dalam mendukung keberhasilan advokasi kebijakan. Sejumlah petisi telah berhasil membawa perubahan dalam masyarakat. Salah satu petisi yang berhasil diantaranya,
1.  Petisi yang dimulai oleh Hasna Pradityas terkait perbaikan Jalan Raya Muncul di wilayah Tangerang Selatan.
2.    Petisi oleh Melanie Subono yang menuntut Komisi III DPR untuk tidak meloloskan M. Daming Sanusi sebagai hakim agung, petisi oleh Nong Mahmada terkait pemberhentian Bupati Garut Aceng Fikri.
3.      Petisi oleh Anita Wahid terkait pelemahan KPK.
4.     Petisi konsumen Garuda Indonesia, Cucu Saidah, memulai petisi yang ditujukan kepada Emirsyah Satar selaku Presiden Direktur PT Garuda Indonesia untuk menghapus surat pernyataan bagi penyandang disabilitas. Petisi ini memperoleh kemenangan.

     Beberapa contoh petisi online yang berhasil tersebut menunjukkan bahwa petisi online Change.org Indonesia memiliki kekuatan untuk membawa perubahan khususnya terkait kebijakan sebagai tujuan advokasi kebijakan. Namun Ada petisi yang berhasil ada juga petisi yang belum berhasil. Petisi-petisi ini belum memperoleh kemenangan walaupun di antara petisi-petisi yang belum mencapai keberhasilan ini ada beberapa petisi yang telah memperoleh pendukung dalam jumlah besar. Misalnya, petisi Tiza Mafira terkait pemberian kantong plastik secara gratis oleh supermarket yang telah mencapai lebih dari 8.600 pendukung dan petisi Fahira Idris terkait penjualan minuman keras oleh minimarket dengan lebih dari 6.700 pendukung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar