Senin, 07 November 2016

Memahami Tauhid/Akidah Akhlak

MEMAHAMI TAUHID

A.  Pengertian Tauhid
Tauhid adalah merupakan pengetahuan kesaksian, keyakinan dan keimanan manusia terhadap ke-Esaan Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan dan ke-Esaa-Nya, lalu diikuti dengan keyakinan bahwa Dia tidak berpasangan dan tiada sekutu. Dia adalah sempurna tiada tara, penyandang “atribut” ke-Tuhanan dan kekuasaan mutlak atas seluruh makhluk. Berdasarkan Al-Quran ke-Esaan Tuhan itu meliputi tiga hal yaitu : Esa Zat-Nya, artinya bahwa tidak ada Tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi Allah. Esa sifat-Nya adalah tidak ada Zat lain yang memiliki satu atau lebih sifat-sifat ke Tuhanan yang sempurna (bahwa Allah tidak mempunyai dua sifat kodrat dan dua sifat iradat, dan sebagainya. Esa af’al-Nya yaitu bahwa tak seorangpun dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh Allah (tidak ada zat lain yang mempunyai wibawa selain Dia).
Iman kepada wujud Allah adalah suatu keniscayaan. Sekalipun demikian wujud Allah swt merupakan wujud yang badhiyah, wujud Allah merupakan kebenaran yang perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian atau dalil. Menurut akidah islam, konsepsi tentang ketuhanan Yang Maha Esa disebut tauhid, sedangkan ilmu yang membahas disebut ilmu tauhid. Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Kemaha Esa-an Tuhan. Menurut Osman Raliby ajaran islam tentang ke-Maha Esa-an Tuhan adalah sebagai berikut :
Allah Maha Esa dalam Zat-Nya, ke-Maha Esa-an Allah dalam Zat-Nya dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa zat Allah tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga. Dia unique (unik:lain dari semuanya), berbeda dalam segala-galanya. Zat Tuhan yang unik atau Yang Maha Esa itu bukanlah materi yang terdiri dari beberapa unsur bersusun. Ia tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan benda apapun yang kita kenal, yang menurut ilmu fisika terjadi dari susunan atom, molekul dan unsur-unsur berbentuk yang takluk pada ruang dan waktu yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia, yang dapat hancur musnah dalam satu masa. Keyakinan kepada Zat Yang Maha Esa, akan mempunyai konsekuensi. Konsekuensinya adalah bagi umat islam yang memiliki akidah demikian, setiap atau segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan waktu, hidup memerlukan makanan dan minuman seperti manusia biasa, mengalami sakit dan mati, lenyap dan musnah, bagi orang muslim bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah Maha Esa dalam sifat-sifatNya, Kemaha Esa-an Allah dalam sifat-sifatNya ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan, dari Al-Quran dapat diketahui 99 nama sifat Tuhan yang biasanya disebut dengan Al-Asma’ul Husna; 99 nama-nama Allah yang indah. Didalam ilmu tauhid dijelaskan 20 sifat Tuhan yang disebut dengan sifat dua puluh, yaitu (1) Ada, (2) Azal, tidak ada permulaan-Nya, (3) Kekal, abadi tidak berkesudahan, (4) Berbeda dengan segala ciptaan-Nya (yang baru), (5) Berdiri sendiri, (6) Maha Esa, (7) Berkuasa, Maha Kuasa, (8) Berkehendak, (9) Maha Mengetahui, (10) Hidup, (11) Maha Mendengar, (12) Maha Melihat, (13) Maha Berkata-kata, (14) Keadaan Berkuasa, (15) Dalam keadaan berkemauan, (16) Dalam keadaan berpengetahuan, (17) dalam keadaan hidup, (18) dalam keadaan mendengar, (19) dalam keadaan melihat, dan (20) dalam keadaan berkata-kata.
Allah Maha Esa dalam perbuatan-perbuatanNya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa tiada tara dalam melakukan sesuatu, sehingga hanya Dia-Lah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini, perbuatan-Nya itu unik, lain dari yang lain, tiada taranya dan tidak sanggup pula menirunya. Konsekuensi keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam perbuatanNya adalah seorang muslim tidak boleh mengagumi perbuatan-perbuatan manusia lain dan karyanya sendiri secara berlebih-lebihan. Manusia, baik sebagai perseorangan maupun sebagai kolektivitas, betapapun genial (hebat/luar biasanya), tidak boleh dijadikan objek pemujaan apalagi kalau disembah.
Allah Maha Esa dalam wujudnya, ini berarti bahwa Allah lain sama sekali dari wujud alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dan dirupakan dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu Anthromorfisme (paham pengenaan ciri-ciri manusia pada alam atau Tuhan) tidak ada dalam ajaran islam. Menurut keyakinan islam, Allah Maha Esa. Demikian Esa-Nya sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan dengan alam atau bagian-bagian alam yang merupakan ciptaan-Nya ini. Eksistensi-Nya wajib, karena itu ia disebut wajibul wujud. Pernyataan ini merupakan makna bahwa hanya Allah lah yang abadi dan wajib eksistensi atau wujud-Nya. Selain dari Dia, semuanya mukminul wujud. Artinya boleh (mungkin) ada, boleh (mungkin) tiada seperti eksistensi manusia dan seluruh alam semesta ini yang pada waktnya pasti akan mati atau hancur binasa. Koneskuensi keyakinan yang demikian adalah setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus selalu sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara didunia ini, tempat ia diuji mengenai kepatuhan dan ketidak patuhannya pada perintah-perintah dan larangan Allah yang antara lain tercantum dalam syariat-Nya.
Allah Maha Esa dalam menerima ibadah, ini berarti bahwa hanya Allah sajalah yang berhak disembah dan menerima ibadah. Hanya Dialah yang satu-satunya yang patuh dan harus disembah serta hanya kepada-Nya pula kita meminta pertolongan. Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala perbuatan manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata terucap maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan lain yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Konsekuensi keyakinan ini adalah hanya Dialah Allah yang wajib kita sembah, hanya kepada-Nya pula seluruh shalat dan ibadah yang kita lakukan, kita niatkan dan kita persembahkan.
Allah Maha Esa dalam menerima hajat dan hasrat manusia, artinya bila seseorang manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan atau keinginannya langsunglah sampaikan kepada-Nya, kepada Allah sendiri. Yakinlah bahwa Allah sangat dekat pada hamba-hambanya yang mau bertaqwa. Tuhan yang mengabulkan doa-doa para hambanya. Konesekuensi keyakinan ini adalah setiap muslim dibuka selebar-lebarnya untuk menyampaikan hajat dan hasrat hanya kepada Allah.
Allah Maha Esa dalam memberi hukum, ini berarti bahwa Allah lah satu-satunya pemberi hukum yang tertinggi. Ia memberi hukum kepada alam yang selama ini kita kenal dengan sebutan hukum-hukum Archimedes, Boyle, Lavoisier, Hukum Relativitas, Thermodinamic dan sebagainya. Ia pula yang memberi hukum kepada umat manusia bagaimana mereka harus hidup dibumi-Nya ini sesuai dengan ajaran-ajaran dan kehendak-Nya yang dengan sendirinya sesuai dengan hukum-hukum (yang berlaku) dialam semesta dan watak manusia yang semuanya itu adalah ciptaan Allah. Konsekuensi keyakinan ini adalah seorang muslim wajib percaya pada adanya hukum-hukum alam (sunatullah) baik alam fisik maupun alam psikis dan spiritual yang terdapat dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.

B.  Ilmu Kalam
Secara etimologis (bahasa), kalam berarti pembicaraan, yakni pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Oleh karena itu ciri utama dari ilmu kalam adalah rasionalitas atau logika. Kata kalam sendiri mulanya memang dimaksudkan sebagai terjemah dari logos diadopsi dari bahasa Yunani yan berarti pembicaraan. Dari kata inilah muncul istilah logika dan logis, yang diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah manthiq sehingga menjadi ilmu logika, khususnya logika formal (silogisme), dinamakan manthiq. Karena diadopsi dari bahasa Yunani itulahm maka bahan-bahan yunani sangat diperlukan. (Nurchalis Majid,1992,231). Menurut Muhammad Abduh ilmu kalam membicarakan tentang wujud Allah swt (sifat-sifat yang wajib dan mesti ada pada-Nya dan sifat-sifat yang mustahil atau tidak mungkin ada padaNya) dan juga membicarakan tentang Rosul-rosul Allah yang telah ditetapkannya serta sifat-sifat yang mesti ada padanya dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya (Mustadjib dkk,1998,3).
Menurut Ibnu Khaldum mengatakan “Ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyelewengkan dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah”.
Ilmu kalam lebih cenderung menitikberatkan pembahasannya kepada aspek-aspek tentang Tuhan dengan segala aspeknya. Kemudian hasil pemahaman, pendalaman, penafsiran serta perincian tentang akidah, karena  merupakan hasil pemikiran atau ijtihad manusia mempunyai kecenderungan berbeda-beda, menyebabkan timbulya aliran-aliran dan mazhab dalam islam. Para tokoh ilmu kalam disebut Mutakallimun yaitu ahli debat yang pintar menggunakan kata-kata.
Ilmu kalam juga sering disebut dengan istilah teologi yaitu ilmu yang membicarakan tentang Tuhan atau disebut ilmu ketuhanan. Namun berbeda dengan teologi dalam ajaran agama kristen, teologi islam bersifat hitegratif artinya bahwa teologi islam memandang hakekat Tuhan hanyalah Tunggal, satu dan tidak mempunyai sekutu yang lainnya, sehingga dilihat dari sudut Tuhan, semua ciptaan yang beraneka ragam dunia ini, alam semesta seisinya yang menciptakan hanya Tuhan yang satu. Dari beberapa istilah yang digunakan seperti aqidah, tauhid, ilmu kalam dan teologi terdapat persamaan yaitu dalam objek yang menjadi pembicaraan atau pembahasan yaitu sama-sama membicarakan tentang Allah, Tuhan yang Maha Esa. Segala sesuatu tentang Tuhan disebut dengan Ketuhanan.
Kata Illah mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian Rububiyah dan Mulkiyah. Karena memiliki orientasi dan kandungan makna yang dalam maka Allah menetapkan kalimat thayyibah yaitu “La ilaaha illaallah”. Pernyataan [ikrar] kalimat thayyibah ini bersifat komprehensif yang mencakup pengertian berikut :
a)        La Khaliqa Illallah (Tidak ada yang Maha Mencipta kecuali Allah)
b)        La Raziqa Illallah (Tidak ada yang Maha Memberi rizqi kecuali Allah)
c)        La Hafiza Illallah (Tidak ada yang Maha Memelihara kecuali Allah)
d)       La Mudabbira Illallah (Tidak ada yang Maha Mengelola kecuali Allah)
e)        La Malika Illallah (Tidak ada yang Maha Memiliki Kerajaan kecuali Allah)
f)         La Waliya Illallah (Tidak ada yang Maha Memimpin kecuali Allah)
g)        La Hakima Illallah (Tidak ada yang Maha Menentukan Aturan kecuali Allah)
h)        La Ghayata Illallah (Tidak ada yang Maha Menjadi Tujuan kecuali Allah)
i)          La Ma’buda Illallah (Tidak ada yang Maha Disembah kecuali Allah)

Dengan demikian dapat dipahami bahwa mengikrarkan kalimat tauhid (Laa ilaaha illaallah) dapat menyadarkan manusia akan dirinya dan segala yang dimiliki adalah kepunyaan Allah swt. Ia dengan sepenuh hati menerima Allah sebagai penguasa tunggal dalam kehidupan, sebagai sumber haqiqi kebenaran yang memiliki kehendak dan kekuasaan seluruh alam.
Menurut Mutakalimin bahwa Tauhid dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya sebagai berikut :
a)   Tauhid Al Rububiyah adalah berasal dari salah satu nama Allah Al Rabb, yang memiliki beberapa makna pemeliharaan, pengasuh, penolong, penguasa, pendamai dan pelindung. Secara syar’i tauhid bermakna iman kepada Allah SWT sebagai pencipta, penguasa, dan pengatur segala urusan yang ada di alam semesta, menghidupkan dan mematikan dan hal-hal yang termasuk perkara taqdir dan menetapkan hukum alam (sunatullah). Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-A’raaf : 54
 إِنَ رَبُكُمُ اللُّٰهُ الَّذِى خَلَقَ السَّمَوَٰتِ وَالْأَرْضَ فِى سِتَةِ أَيَّــامٍ ثُـمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِى الَّيلَ النَّهَارَيَطْلُبُهُ،حَثِيثًاوَالشَّمْسَ وَالقَمَرَوَالنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍ بِأَمْرِهِ ۗأَلَالَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗتَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَٰلَمِينَ۝ 
Artinya : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Lalu Dia menguasai diatas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan-Nya pul) matahari, bulan dan bintang yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah. Tuhan semesta alam.” (Qs. Al-A’raaf : 54)

b)   Tauhid Al Asma wa’al Sifat adalah penetapan dan pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT yang luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT dalam Al-Quran dan petunjuk Rasulullah dalam sunahnya. Firman Allah :
 ....لَيْسَ كَمِثْلِهِ،شَىْءٌ ۖوَهُوَالسَّمِيِعُ الْبَصِيرُ۝
Artinya : “Tiada yang menyerupai-Nya segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Qs.As-Syura:11)

Imam Tirmidzi meriwayatkan ke-99 nama itu sebagai berikut :
 عَنْ أَبِي هُرَيرَةَقَلَ قَلَرَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلّٰهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسمًامِائَةٌغَيْرَوَاحِدٍمَنْ أَحْصَاهَادَخَلَ الـجَنَّةَهُوَاللّٰهُ الَّذِي لاَإِلاَّهُوَالرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الـمُهَيْمِنُ الـعَزِيْـزُالْجَبَّارُالـمُتَكَبَّرُالْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوَّرُالغَفَّارُالقَهَّارُالوَهَّابُالرَّزَّاقُ الفَتَّاحُ العَلِيمُ القَابِضُ البَاسِطُ الخَافِضُ الرَّافِعُ المُعَزُّالمُذِلُّ السَّمِيعُ البَصِيرُالحَكَمُ العَدْلُ اللَّطِيفُ الخَبِيرُالحَلِيمُ العَظِيمُ الغَفُورُالشَّكُرُالعَلِيُّ الكَبِيْرُالحَفِيظُ المُقِيتُ الحَسِيبُ الجَلِيْلُ الكَرِيمُ الرَّقِيبُ المُجِيبُ الوَاسِعُ الحَكِيمُ الوَدُودُالمَجِيدُالبَاعِثُ الشَهِيدُالـحَقُّ الوَكِيلُ القَوِيُّ المَتِينُ الحَمِيدُالمُحْصِي المُبْدِئُ المُعِيدُالمُحْيٖي المُمْيتُ الحَيُّ القَيُّومُ الواجِدُالمَاجِدُالوَحِدُالصَّمَدُالقَادِرُالمُكْتَدِرُالمُقَدِّمُ المُؤَخِّرُالأَوَّلُ الآخِرُالظَاهِرُالبَاطِنُ الوَالِيُ المُتَعَالِي البَرُّالتَوَّابُ المُنْتَقِمُ العَقُوُّالرَءُوفُ مَالِكُ المُلكِذُوالجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ المُقْسِطُ الجَامِعُ الغَنِيُّ المُغْنِي المَانِعُ الضَّارُّالنَّافِعُ النُّورُالهَادِي البَدِيعُ البَاقِي الوَارِثُ الرَّشِيدُالصَّبُورُ (رواه الترمذى:٣٤٢٩)

Artinya : “Dari Abi Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulallah saw: Sesungguhnya Allah memiliki 99 Nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghapalnya maka ia akan masuk surga. Dialah Allah Yang Tiada Tuhan Selain Dia. Yang Maha Pengasih, Maha penyayang, sang raja diraja, maha suci, maha memberi rasa aman, maha membenarkan janji, maha menguasai, maha mulia, maha perkasa, maha memiliki keagungan, maha mencipta, maha membuat, maha pembentuk, maha pengampun, maha pemaksa, maha pemberi, maha menganugerahi rezeki, maha pembuka (penakluk), maha mengetahui, maha pencabut, maha meluaskan, maha menjatuhkan, maha mengangkat, maha memuliakan, maha menghinakan, maha mendengar, maha melihat, maha menetapkan hukum, maha adil, maha halus (lembut), maha waspada, maha penyantun, maha agung, maha pengampun, maha pembalas, maha tinggi, maha besar, maha memelihara, maha memberi kecukupan, maha menjamin, maha luhur, maha pemurah, maga meneliti, maha mengabulkan, maha luas, maha bijaksana, maha mencinta, maha mulia, maha membangkitkan, maha menyaksikan, maha benar, maha memelihara, maha perwakilan, maha kuat, maha kokoh, maha melingungi, maha terpuji, maha menghitung, maha memulai, maha mengulangi, maha menghidupkan, maha mematikan, maha hidup, maha berdiri sendiri, maha kaya, maha mulia, maha esa, maha tempat bergantung, maha kuasa, maha menentukan, maha mendahului, maha mengakhirkan, maha awal, maha akhir, maha nyata, maha tersembunyi, maha menguasai, maha suci, maha dermawan, maha penerima taubat, maha menyiksa, maha pengasih, maha menguasai kerajaan, maha memiliki kebesaran dan kemuliaan, maha mengadili, maha mengumpulkan, maha kaya, maha pemberi kekayaan, maha mencegah, maha memberi kemadharatan, maha pemberi manfaat, maha bercahaya, maha petunjuk, maha pencipta yang baru, maha kekal, maha pewaris, maha lurus dan maha penyabar.
(HR. Tirmidzi : 3429)

c)      Tauhid Uluhiyah
Uluhiyah berasal dari kata al-ilah yang artinya sesuatu yang disembah (sesembahan) dan sesuatu yang ditaati secara mutlak. Kata ilah ini diperuntukkan bagi sebutan sesembahan yang benar (haq). Tauhid uluhiyyah adalah meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT, firman Allah SWT :
 وَإِلَٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ ۖلَّآإِلَـٰهَ إِلَّا هُوَالرَّحْمَـٰنُ الرَّحِيْمُ۝
Artinya : “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (Qs.Al-Baqarah : 163)

Tauhid Uluhiyyah tidak akan te­­rwujud kecuali dengan dua dasar sebagai berikut :
1)      Menjalankan semua macam ibadah hanya kepada Allah SWT, bukan kepada yang lain
2)      Ibadah yang dijalankan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT

d)     Tauhid Mulkiyah
Secara bahasa kata mulkiyah berasal dari akar kata mulk, yang dengannya terbentuk pula kata malik. Tauhid mulkiyah berarti sebuah pandangan yang meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang menguasai alam semesta ini, dengan hak penuh penetapan peraturan atas kehidupan. Tidak ada sekutu atas kekuasaan Allah di alam semesta ini.
Melalui sifat mulkiyah-Nya, maka Allah berhak menetukan apa saja untuk makhluk-Nya. Sebagai pemilik segala yang ada, maka Allah adalah raja atau penguasa. Allah menjelaskan sifat-Nya sebagai pemimpin (Al-Wali) absolut alam semesta. Allah juga menunjukkan bahwa diri-Nya adalah pelindung orang-orang beriman yang akan membawa mereka menuju pencerahan. Allah berfirman sebagai berikut :
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَءَامَنُواْيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمَـٰتِ إِلَى النُّورِ ۗ
Artinya : “Allah adalah pelindung bagi orang yang beriman. Dia mengelurakan mereka dari kegelapan (Kekafiran) kepada cahaya (iman)”. (Qs.Al-Baqarah/2:257)

Tauhid Mulkiyah menegaskan bahwa loyalitas, afiliasi, kerelaan, pembelaan, dukungan dan pengorbanan, tidak boleh diberikan kecuali pemimpin atau undang-undang yang bersumberkan dari syariat Allah, atau undang-undang yang sejalan dengan syariat Allah. Karena dengan penegakkan syariat Allah dimuka bumi maka akan menjamin kemaslahatan dan kemakmuran kehidupan dimuka bumi.

e)      Tauhid Rahmaniah
Secara bahasa Rahmaniah berasal dari kata Rahman atau Rahmat yang memiliki arti kasih sayang, yaitu suatu nilai yang paling mendasar sekaligus merupakan kebutuhan paling asasi bagi manusia dalam kehidupannya. Rahmat dalam perwujudannya yang lebih suci dan lebih tinggi adalah suatu sifat yang ditonjolkan oleh Allah SWT dalam memperkenalkan dirinya sebagaimana kita menemukannya pada awal tiap surat yang kita baca dalam Al-Quran yang intinya bahwa kasih sayang (rahmat) Allah sangatlah luas dan meliputi alam semesta.
Tauhid Rahmaniyah menghendaki supaya nilai dasar kasih sayang dikembangkan dalam tata hubungan dan pergaulan dalam kehidupan kita selaku penghayatan dari iman itu sendiri. Pengembangan hubungan baik yang dilandasi rasa kasih sayang dalam lingkungan keluarga dikenal dalam ajaran islam dengan silaturrahim. Dalam hubungan ini dijelaskan oleh sabda rasul :
 عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَازَوجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ الرَّحِمُ شِجْنَةٌ فَمَنْ وَصَلَهَاوَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَاقَطَعْتُهُ(رواه البخارى:٥٥٣٠)
Artinya : “Dari Urwah dari Aisyah istri Rasulallah saw dari Nabi saw bersabda : silaturrahim itu adalah ikatan maka barang siapa menyambungnya maka aku (rasul) akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskannya maka aku akan memutuskannya” (HR.Bukhari No. 5530)

C.  Sosok Teladan Ber-Tauhid
Nabi Ibrahim as adalah seorang yang berperilaku tauhid yang pantas untuk menjadi teladan. Semasa remajanya Nabi Ibrahim as sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya. Namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu, bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada kepada calon pembeli dengan kata-kata : “Patunt, Pating, Patung, siapakah yang akan mau membeli patung-patung yang tidak ada gunanya ini?”
Tauhid merupakan suatu jalinan spiritual seorang hamba dengan sang khaliq dimana saja dan kapan saja. Dengan tauhid seseorang hamba akan merasa dekat dengan Allah, seakan-akan Allah berada di sisinya. Ia akan disayangi Allah, ia yakin bahwa selain Allah adalah kecil sehingga menimbulkan perasaan merdeka dari cengkraman hawa nafsu, menimbulkan jiwa pemberani demi kebenaran, memiliki komitmen tinggi terhadap kebenaran dan keadilan, memiliki ketenangan jiwa, kepribadian matang, bersikap adil dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar