MEMAHAMI
TAUHID
A. Pengertian Tauhid
Tauhid adalah merupakan
pengetahuan kesaksian, keyakinan dan keimanan manusia terhadap ke-Esaan Tuhan
dengan segala sifat kesempurnaan dan ke-Esaa-Nya, lalu diikuti dengan keyakinan
bahwa Dia tidak berpasangan dan tiada sekutu. Dia adalah sempurna tiada tara,
penyandang “atribut” ke-Tuhanan dan
kekuasaan mutlak atas seluruh makhluk. Berdasarkan Al-Quran ke-Esaan Tuhan itu
meliputi tiga hal yaitu : Esa Zat-Nya, artinya
bahwa tidak ada Tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi Allah. Esa sifat-Nya adalah tidak ada Zat lain
yang memiliki satu atau lebih sifat-sifat ke Tuhanan yang sempurna (bahwa Allah
tidak mempunyai dua sifat kodrat dan dua sifat iradat, dan sebagainya. Esa af’al-Nya yaitu bahwa tak seorangpun
dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh Allah (tidak ada zat lain yang
mempunyai wibawa selain Dia).
Iman kepada wujud Allah
adalah suatu keniscayaan. Sekalipun demikian wujud Allah swt merupakan wujud
yang badhiyah, wujud Allah merupakan kebenaran yang perlu dalil pembuktian,
tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak
lagi perlu pembuktian atau dalil. Menurut akidah islam, konsepsi tentang
ketuhanan Yang Maha Esa disebut tauhid, sedangkan ilmu yang membahas disebut
ilmu tauhid. Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Kemaha Esa-an Tuhan.
Menurut Osman Raliby ajaran islam tentang ke-Maha Esa-an Tuhan adalah
sebagai berikut :
Allah Maha Esa dalam
Zat-Nya, ke-Maha Esa-an Allah dalam Zat-Nya dapat dirumuskan
dengan kata-kata bahwa zat Allah tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan
apapun juga. Dia unique (unik:lain dari semuanya), berbeda dalam
segala-galanya. Zat Tuhan yang unik atau Yang Maha Esa itu bukanlah materi yang
terdiri dari beberapa unsur bersusun. Ia tidak dapat disamakan atau
dibandingkan dengan benda apapun yang kita kenal, yang menurut ilmu fisika
terjadi dari susunan atom, molekul dan unsur-unsur berbentuk yang takluk pada
ruang dan waktu yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia, yang dapat
hancur musnah dalam satu masa. Keyakinan kepada Zat Yang Maha Esa, akan
mempunyai konsekuensi. Konsekuensinya adalah bagi umat islam yang memiliki
akidah demikian, setiap atau segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan waktu, hidup
memerlukan makanan dan minuman seperti manusia biasa, mengalami sakit dan mati,
lenyap dan musnah, bagi orang muslim bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah Maha Esa dalam
sifat-sifatNya, Kemaha Esa-an Allah dalam sifat-sifatNya
ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan,
tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat
diperkirakan, dari Al-Quran dapat diketahui 99 nama sifat Tuhan yang biasanya
disebut dengan Al-Asma’ul Husna; 99 nama-nama Allah yang indah. Didalam
ilmu tauhid dijelaskan 20 sifat Tuhan yang disebut dengan sifat dua puluh, yaitu
(1) Ada, (2) Azal, tidak ada permulaan-Nya, (3) Kekal, abadi tidak
berkesudahan, (4) Berbeda dengan segala ciptaan-Nya (yang baru), (5) Berdiri
sendiri, (6) Maha Esa, (7) Berkuasa, Maha Kuasa, (8) Berkehendak, (9) Maha
Mengetahui, (10) Hidup, (11) Maha Mendengar, (12) Maha Melihat, (13) Maha
Berkata-kata, (14) Keadaan Berkuasa, (15) Dalam keadaan berkemauan, (16) Dalam
keadaan berpengetahuan, (17) dalam keadaan hidup, (18) dalam keadaan mendengar,
(19) dalam keadaan melihat, dan (20) dalam keadaan berkata-kata.
Allah Maha Esa dalam
perbuatan-perbuatanNya. Pernyataan ini mengandung arti
bahwa kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa tiada tara dalam melakukan sesuatu,
sehingga hanya Dia-Lah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini,
perbuatan-Nya itu unik, lain dari yang lain, tiada taranya dan tidak sanggup
pula menirunya. Konsekuensi keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam perbuatanNya
adalah seorang muslim tidak boleh mengagumi perbuatan-perbuatan manusia lain
dan karyanya sendiri secara berlebih-lebihan. Manusia, baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kolektivitas, betapapun genial (hebat/luar
biasanya), tidak boleh dijadikan objek pemujaan apalagi kalau disembah.
Allah Maha Esa dalam
wujudnya, ini berarti bahwa Allah lain sama sekali dari wujud
alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dan dirupakan dalam bentuk apapun juga.
Oleh karena itu Anthromorfisme (paham pengenaan ciri-ciri manusia pada
alam atau Tuhan) tidak ada dalam ajaran islam. Menurut keyakinan islam, Allah
Maha Esa. Demikian Esa-Nya sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan dengan alam
atau bagian-bagian alam yang merupakan ciptaan-Nya ini. Eksistensi-Nya wajib,
karena itu ia disebut wajibul wujud. Pernyataan ini merupakan makna
bahwa hanya Allah lah yang abadi dan wajib eksistensi atau wujud-Nya. Selain
dari Dia, semuanya mukminul wujud. Artinya boleh (mungkin) ada, boleh
(mungkin) tiada seperti eksistensi manusia dan seluruh alam semesta ini yang
pada waktnya pasti akan mati atau hancur binasa. Koneskuensi keyakinan
yang demikian adalah setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus selalu
sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara didunia ini, tempat ia diuji mengenai
kepatuhan dan ketidak patuhannya pada perintah-perintah dan larangan Allah yang
antara lain tercantum dalam syariat-Nya.
Allah Maha Esa dalam
menerima ibadah, ini berarti bahwa hanya Allah sajalah
yang berhak disembah dan menerima ibadah. Hanya Dialah yang satu-satunya yang
patuh dan harus disembah serta hanya kepada-Nya pula kita meminta pertolongan.
Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala perbuatan manusia yang disukai Allah,
baik dalam kata-kata terucap maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan lain yang
kelihatan dan yang tidak kelihatan. Konsekuensi keyakinan ini adalah
hanya Dialah Allah yang wajib kita sembah, hanya kepada-Nya pula seluruh shalat
dan ibadah yang kita lakukan, kita niatkan dan kita persembahkan.
Allah Maha Esa dalam
menerima hajat dan hasrat manusia, artinya bila seseorang
manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan atau keinginannya langsunglah
sampaikan kepada-Nya, kepada Allah sendiri. Yakinlah bahwa Allah sangat dekat
pada hamba-hambanya yang mau bertaqwa. Tuhan yang mengabulkan doa-doa para
hambanya. Konesekuensi keyakinan ini adalah setiap muslim dibuka
selebar-lebarnya untuk menyampaikan hajat dan hasrat hanya kepada Allah.
Allah Maha Esa dalam memberi
hukum, ini berarti bahwa Allah lah satu-satunya pemberi
hukum yang tertinggi. Ia memberi hukum kepada alam yang selama ini kita kenal
dengan sebutan hukum-hukum Archimedes, Boyle, Lavoisier, Hukum Relativitas,
Thermodinamic dan sebagainya. Ia pula yang memberi hukum kepada umat manusia
bagaimana mereka harus hidup dibumi-Nya ini sesuai dengan ajaran-ajaran dan
kehendak-Nya yang dengan sendirinya sesuai dengan hukum-hukum (yang berlaku)
dialam semesta dan watak manusia yang semuanya itu adalah ciptaan Allah. Konsekuensi
keyakinan ini adalah seorang muslim wajib percaya pada adanya hukum-hukum alam
(sunatullah) baik alam fisik maupun alam psikis dan spiritual yang terdapat
dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.
B. Ilmu Kalam
Secara etimologis (bahasa), kalam berarti pembicaraan, yakni pembicaraan
yang bernalar dengan menggunakan logika. Oleh karena itu ciri utama dari ilmu
kalam adalah rasionalitas atau logika. Kata kalam sendiri mulanya memang
dimaksudkan sebagai terjemah dari logos diadopsi dari bahasa Yunani yan berarti
pembicaraan. Dari kata inilah muncul istilah logika dan logis, yang
diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah manthiq sehingga menjadi
ilmu logika, khususnya logika formal (silogisme), dinamakan manthiq.
Karena diadopsi dari bahasa Yunani itulahm maka bahan-bahan yunani sangat
diperlukan. (Nurchalis Majid,1992,231). Menurut Muhammad Abduh ilmu kalam
membicarakan tentang wujud Allah swt (sifat-sifat yang wajib dan mesti ada
pada-Nya dan sifat-sifat yang mustahil atau tidak mungkin ada padaNya) dan juga
membicarakan tentang Rosul-rosul Allah yang telah ditetapkannya serta
sifat-sifat yang mesti ada padanya dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada
padanya (Mustadjib dkk,1998,3).
Menurut Ibnu Khaldum mengatakan “Ilmu kalam adalah ilmu yang berisi
alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan
dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang
menyelewengkan dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli
sunnah”.
Ilmu kalam lebih cenderung menitikberatkan pembahasannya kepada
aspek-aspek tentang Tuhan dengan segala aspeknya. Kemudian hasil pemahaman,
pendalaman, penafsiran serta perincian tentang akidah, karena merupakan hasil pemikiran atau ijtihad
manusia mempunyai kecenderungan berbeda-beda, menyebabkan timbulya
aliran-aliran dan mazhab dalam islam. Para tokoh ilmu kalam disebut
Mutakallimun yaitu ahli debat yang pintar menggunakan kata-kata.
Ilmu kalam juga sering disebut dengan istilah teologi yaitu ilmu yang
membicarakan tentang Tuhan atau disebut ilmu ketuhanan. Namun berbeda dengan
teologi dalam ajaran agama kristen, teologi islam bersifat hitegratif artinya
bahwa teologi islam memandang hakekat Tuhan hanyalah Tunggal, satu dan tidak
mempunyai sekutu yang lainnya, sehingga dilihat dari sudut Tuhan, semua ciptaan
yang beraneka ragam dunia ini, alam semesta seisinya yang menciptakan hanya
Tuhan yang satu. Dari beberapa istilah yang digunakan seperti aqidah, tauhid,
ilmu kalam dan teologi terdapat persamaan yaitu dalam objek yang menjadi
pembicaraan atau pembahasan yaitu sama-sama membicarakan tentang Allah, Tuhan
yang Maha Esa. Segala sesuatu tentang Tuhan disebut dengan Ketuhanan.
Kata Illah mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian
Rububiyah dan Mulkiyah. Karena memiliki orientasi dan kandungan makna yang
dalam maka Allah menetapkan kalimat thayyibah yaitu “La ilaaha illaallah”.
Pernyataan [ikrar] kalimat thayyibah ini bersifat komprehensif yang mencakup
pengertian berikut :
a)
La Khaliqa Illallah (Tidak
ada yang Maha Mencipta kecuali Allah)
b)
La Raziqa Illallah (Tidak
ada yang Maha Memberi rizqi kecuali Allah)
c)
La Hafiza Illallah (Tidak
ada yang Maha Memelihara kecuali Allah)
d)
La Mudabbira Illallah (Tidak ada yang Maha Mengelola kecuali Allah)
e)
La Malika Illallah (Tidak
ada yang Maha Memiliki Kerajaan kecuali Allah)
f)
La Waliya Illallah (Tidak
ada yang Maha Memimpin kecuali Allah)
g)
La Hakima Illallah (Tidak
ada yang Maha Menentukan Aturan kecuali Allah)
h)
La Ghayata Illallah (Tidak
ada yang Maha Menjadi Tujuan kecuali Allah)
i)
La Ma’buda Illallah (Tidak
ada yang Maha Disembah kecuali Allah)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mengikrarkan kalimat tauhid (Laa
ilaaha illaallah) dapat menyadarkan manusia akan dirinya dan segala yang
dimiliki adalah kepunyaan Allah swt. Ia dengan sepenuh hati menerima Allah
sebagai penguasa tunggal dalam kehidupan, sebagai sumber haqiqi kebenaran yang
memiliki kehendak dan kekuasaan seluruh alam.
Menurut Mutakalimin bahwa Tauhid dibagi menjadi beberapa macam,
diantaranya sebagai berikut :
a) Tauhid
Al Rububiyah adalah
berasal dari salah satu nama Allah Al Rabb, yang memiliki beberapa makna
pemeliharaan, pengasuh, penolong, penguasa, pendamai dan pelindung. Secara
syar’i tauhid bermakna iman kepada Allah SWT sebagai pencipta, penguasa, dan
pengatur segala urusan yang ada di alam semesta, menghidupkan dan mematikan dan
hal-hal yang termasuk perkara taqdir dan menetapkan hukum alam (sunatullah).
Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-A’raaf : 54
إِنَ
رَبُكُمُ اللُّٰهُ الَّذِى خَلَقَ السَّمَوَٰتِ وَالْأَرْضَ فِى سِتَةِ أَيَّــامٍ
ثُـمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِى الَّيلَ
النَّهَارَيَطْلُبُهُ،حَثِيثًاوَالشَّمْسَ وَالقَمَرَوَالنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍ
بِأَمْرِهِ ۗأَلَالَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗتَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَٰلَمِينَ
Artinya : “Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa. Lalu Dia menguasai diatas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan-Nya pul) matahari, bulan dan bintang
yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha suci Allah. Tuhan semesta alam.” (Qs. Al-A’raaf :
54)
b) Tauhid
Al Asma wa’al Sifat adalah
penetapan dan pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT
yang luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT dalam Al-Quran dan petunjuk
Rasulullah dalam sunahnya. Firman Allah :
....لَيْسَ
كَمِثْلِهِ،شَىْءٌ ۖوَهُوَالسَّمِيِعُ الْبَصِيرُ
Artinya : “Tiada yang
menyerupai-Nya segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
(Qs.As-Syura:11)
Imam Tirmidzi meriwayatkan
ke-99 nama itu sebagai berikut :
عَنْ
أَبِي هُرَيرَةَقَلَ قَلَرَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
لِلّٰهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسمًامِائَةٌغَيْرَوَاحِدٍمَنْ
أَحْصَاهَادَخَلَ الـجَنَّةَهُوَاللّٰهُ الَّذِي لاَإِلاَّهُوَالرَّحْمَنُ
الرَّحِيْمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الـمُهَيْمِنُ
الـعَزِيْـزُالْجَبَّارُالـمُتَكَبَّرُالْخَالِقُ الْبَارِئُ
الْمُصَوَّرُالغَفَّارُالقَهَّارُالوَهَّابُالرَّزَّاقُ الفَتَّاحُ العَلِيمُ
القَابِضُ البَاسِطُ الخَافِضُ الرَّافِعُ المُعَزُّالمُذِلُّ السَّمِيعُ
البَصِيرُالحَكَمُ العَدْلُ اللَّطِيفُ الخَبِيرُالحَلِيمُ العَظِيمُ
الغَفُورُالشَّكُرُالعَلِيُّ الكَبِيْرُالحَفِيظُ المُقِيتُ الحَسِيبُ الجَلِيْلُ
الكَرِيمُ الرَّقِيبُ المُجِيبُ الوَاسِعُ الحَكِيمُ الوَدُودُالمَجِيدُالبَاعِثُ
الشَهِيدُالـحَقُّ الوَكِيلُ القَوِيُّ المَتِينُ الحَمِيدُالمُحْصِي المُبْدِئُ
المُعِيدُالمُحْيٖي المُمْيتُ الحَيُّ القَيُّومُ الواجِدُالمَاجِدُالوَحِدُالصَّمَدُالقَادِرُالمُكْتَدِرُالمُقَدِّمُ
المُؤَخِّرُالأَوَّلُ الآخِرُالظَاهِرُالبَاطِنُ الوَالِيُ المُتَعَالِي
البَرُّالتَوَّابُ المُنْتَقِمُ العَقُوُّالرَءُوفُ مَالِكُ المُلكِذُوالجَلاَلِ
وَالْإِكْرَامِ المُقْسِطُ الجَامِعُ الغَنِيُّ المُغْنِي المَانِعُ
الضَّارُّالنَّافِعُ النُّورُالهَادِي البَدِيعُ البَاقِي الوَارِثُ
الرَّشِيدُالصَّبُورُ (رواه الترمذى:٣٤٢٩)
Artinya : “Dari Abi
Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulallah saw: Sesungguhnya Allah memiliki 99
Nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghapalnya maka ia akan masuk
surga. Dialah Allah Yang Tiada Tuhan Selain Dia. Yang Maha Pengasih, Maha
penyayang, sang raja diraja, maha suci, maha memberi rasa aman, maha
membenarkan janji, maha menguasai, maha mulia, maha perkasa, maha memiliki
keagungan, maha mencipta, maha membuat, maha pembentuk, maha pengampun, maha
pemaksa, maha pemberi, maha menganugerahi rezeki, maha pembuka (penakluk), maha
mengetahui, maha pencabut, maha meluaskan, maha menjatuhkan, maha mengangkat,
maha memuliakan, maha menghinakan, maha mendengar, maha melihat, maha
menetapkan hukum, maha adil, maha halus (lembut), maha waspada, maha penyantun,
maha agung, maha pengampun, maha pembalas, maha tinggi, maha besar, maha
memelihara, maha memberi kecukupan, maha menjamin, maha luhur, maha pemurah,
maga meneliti, maha mengabulkan, maha luas, maha bijaksana, maha mencinta, maha
mulia, maha membangkitkan, maha menyaksikan, maha benar, maha memelihara, maha
perwakilan, maha kuat, maha kokoh, maha melingungi, maha terpuji, maha
menghitung, maha memulai, maha mengulangi, maha menghidupkan, maha mematikan,
maha hidup, maha berdiri sendiri, maha kaya, maha mulia, maha esa, maha tempat
bergantung, maha kuasa, maha menentukan, maha mendahului, maha mengakhirkan,
maha awal, maha akhir, maha nyata, maha tersembunyi, maha menguasai, maha suci,
maha dermawan, maha penerima taubat, maha menyiksa, maha pengasih, maha
menguasai kerajaan, maha memiliki kebesaran dan kemuliaan, maha mengadili, maha
mengumpulkan, maha kaya, maha pemberi kekayaan, maha mencegah, maha memberi
kemadharatan, maha pemberi manfaat, maha bercahaya, maha petunjuk, maha
pencipta yang baru, maha kekal, maha pewaris, maha lurus dan maha penyabar.”
(HR. Tirmidzi : 3429)
c) Tauhid
Uluhiyah
Uluhiyah berasal dari kata al-ilah yang artinya sesuatu yang disembah (sesembahan)
dan sesuatu yang ditaati secara mutlak. Kata ilah ini diperuntukkan bagi
sebutan sesembahan yang benar (haq). Tauhid uluhiyyah adalah meyakini bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah SWT, firman Allah SWT :
وَإِلَٰهُكُمْ
إِلَـٰهٌ ۖلَّآإِلَـٰهَ إِلَّا هُوَالرَّحْمَـٰنُ الرَّحِيْمُ
Artinya : “Dan Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang”. (Qs.Al-Baqarah : 163)
Tauhid Uluhiyyah tidak akan terwujud kecuali dengan dua dasar sebagai berikut
:
1)
Menjalankan semua macam ibadah hanya kepada Allah SWT, bukan kepada yang
lain
2)
Ibadah yang dijalankan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah
SWT
d) Tauhid
Mulkiyah
Secara bahasa kata mulkiyah berasal dari akar kata mulk, yang
dengannya terbentuk pula kata malik. Tauhid mulkiyah berarti sebuah
pandangan yang meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang menguasai
alam semesta ini, dengan hak penuh penetapan peraturan atas kehidupan. Tidak
ada sekutu atas kekuasaan Allah di alam semesta ini.
Melalui sifat mulkiyah-Nya, maka Allah berhak menetukan apa saja untuk
makhluk-Nya. Sebagai pemilik segala yang ada, maka Allah adalah raja atau
penguasa. Allah menjelaskan sifat-Nya sebagai pemimpin (Al-Wali) absolut alam
semesta. Allah juga menunjukkan bahwa diri-Nya adalah pelindung orang-orang
beriman yang akan membawa mereka menuju pencerahan. Allah berfirman sebagai
berikut :
اللَّهُ وَلِيُّ
الَّذِينَءَامَنُواْيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمَـٰتِ إِلَى النُّورِ ۗ
Artinya : “Allah adalah pelindung bagi orang yang beriman. Dia
mengelurakan mereka dari kegelapan (Kekafiran) kepada cahaya (iman)”.
(Qs.Al-Baqarah/2:257)
Tauhid Mulkiyah menegaskan bahwa loyalitas, afiliasi, kerelaan,
pembelaan, dukungan dan pengorbanan, tidak boleh diberikan kecuali pemimpin
atau undang-undang yang bersumberkan dari syariat Allah, atau undang-undang
yang sejalan dengan syariat Allah. Karena dengan penegakkan syariat Allah
dimuka bumi maka akan menjamin kemaslahatan dan kemakmuran kehidupan dimuka
bumi.
e) Tauhid Rahmaniah
Secara bahasa Rahmaniah berasal dari kata Rahman atau Rahmat yang
memiliki arti kasih sayang, yaitu suatu nilai yang paling mendasar sekaligus
merupakan kebutuhan paling asasi bagi manusia dalam kehidupannya. Rahmat dalam
perwujudannya yang lebih suci dan lebih tinggi adalah suatu sifat yang
ditonjolkan oleh Allah SWT dalam memperkenalkan dirinya sebagaimana kita
menemukannya pada awal tiap surat yang kita baca dalam Al-Quran yang intinya
bahwa kasih sayang (rahmat) Allah sangatlah luas dan meliputi alam semesta.
Tauhid Rahmaniyah menghendaki supaya nilai dasar kasih sayang
dikembangkan dalam tata hubungan dan pergaulan dalam kehidupan kita selaku
penghayatan dari iman itu sendiri. Pengembangan hubungan baik yang dilandasi
rasa kasih sayang dalam lingkungan keluarga dikenal dalam ajaran islam dengan
silaturrahim. Dalam hubungan ini dijelaskan oleh sabda rasul :
عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَازَوجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ
الرَّحِمُ شِجْنَةٌ فَمَنْ وَصَلَهَاوَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَاقَطَعْتُهُ(رواه
البخارى:٥٥٣٠)
Artinya : “Dari Urwah dari Aisyah istri Rasulallah saw dari Nabi saw
bersabda : silaturrahim itu adalah ikatan maka barang siapa menyambungnya maka
aku (rasul) akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskannya maka aku
akan memutuskannya” (HR.Bukhari No. 5530)
C. Sosok Teladan
Ber-Tauhid
Nabi Ibrahim as adalah seorang yang berperilaku tauhid yang pantas untuk
menjadi teladan. Semasa remajanya Nabi Ibrahim as sering disuruh ayahnya
keliling kota menjajakan patung-patung buatannya. Namun karena iman dan tauhid
yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk
menjajakan barang-barang itu, bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung
ayahnya kepada kepada calon pembeli dengan kata-kata : “Patunt, Pating, Patung,
siapakah yang akan mau membeli patung-patung yang tidak ada gunanya ini?”
Tauhid merupakan suatu
jalinan spiritual seorang hamba dengan sang khaliq dimana saja dan kapan saja.
Dengan tauhid seseorang hamba akan merasa dekat dengan Allah, seakan-akan Allah
berada di sisinya. Ia akan disayangi Allah, ia yakin bahwa selain Allah adalah
kecil sehingga menimbulkan perasaan merdeka dari cengkraman hawa nafsu,
menimbulkan jiwa pemberani demi kebenaran, memiliki komitmen tinggi terhadap
kebenaran dan keadilan, memiliki ketenangan jiwa, kepribadian matang, bersikap
adil dan lain-lain.